Pendahuluan pada Sumbangan untuk Kritik terhadap Filsafat Hak Hegel

Karl Marx (1844)

 


Sumber: Introduction to A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right. Karl Marx in Deutsch-Franzosische Jahrbucher, February 1844

Penerjemah:: Anonim. Diedit oleh Ted Sprague (Januari 2007)


Di Jerman, kritik terhadap agama secara garis besar sudahlah lengkap, dan kritik terhadap agama merupakan prasyarat untuk seluruh kritik.

Keberadaan atau eksistensi yang kafir dari kesalahan segera dikompromi setelah kesurgaan oratio pro aris et focis (“pidato di depan altar dan muka perapian”) telah terbukti salah. Manusia, yang hanya menemukan refleksi dirinya sendiri di dalam realitas surga fantasi, dimana dia mencari seorang dewa, tidak lagi akan bersedia untuk hanya mendapati pencerminan diri itu -- cuma mendapati seorang non-manusia [Unmesch], dimana dia mencari dan harus mencari realitasnya yang sejati.

Landasan untuk kritik sekuler adalah: manusialah yang menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran-diri dan harga-diri manusia yang belum menemukan dirinya sendiri atau sudah kehilangan dirinya sendiri. Namun manusia bukanlah suatu makhluk abstrak yang berkedudukan di luar dunia. Manusia itu adalah dunia umat manusia -- negara, masyarakat. Negara ini, masyarakat ini menghasilkan agama, yang merupakan sebuah kesadaran-dunia yang terbalik, karena mereka sendiri merupakan sebuah dunia yang terbalik. Agama merupakan teori umum tentang dunia tersebut, ringkasan ensikopledia dunia tersebut, logikanya di dalam bentuk yang populer, point d’honneur spiritual dunia tersebut, antusiasmenya, otoritas moralnya, pelengkapnya, dan basis penghibur dan pembenarannya yang universal.  Agama  merupakan realisasi inti manusia yang penuh khayalan (fantasi) karena inti manusia itu belum memiliki realitas yang nyata. Maka, perjuangan melawan agama secara tidak langsung adalah perjuangan melawan sebuah dunia yang aroma spiritualnya adalah agama tersebut.

Kesengsaraan agamis merupakan ekspresi kesengsaraan riil sekaligus merupakan protes terhadap kesengsaraan yang nyata tersebut. Agama adalah keluhan para makhluk tertindas, jantung-hati sebuah dunia tanpa hati, jiwa untuk keadaan tak berjiwa. Agama adalah candu rakyat.

Menghapuskan agama sebagai kebahagiaan ilusioner untuk rakyat, berarti menuntut agar rakyat dibahagiakan dalam kenyataan. Maka, panggilan supaya mereka melepaskan ilusi tentang keadaan mereka adalah panggilan agar mereka melepaskan keadaan di mana ilusi itu diperlukan. Maka, kritik terhadap agama adalah embrio dari kritik terhadap dunia yang penuh kesedihan dimana agama merupakan cahaya lingkaran sucinya.

Kritik telah merenggut bunga-bunga ilusioner dari rantai, bukan supaya manusia akan terus mengenakan rantai yang tak terhias dan suram itu, melainkan agar dia melepaskan rantai itu dan memetik bunga yang nyata. Kritik terhadap agama menghancurkan ilusi manusia, supaya dia berpikir, bertindak, dan menghiasi kehidupan nyatanya seperti seorang manusia yang telah menyingkirkan ilusi-ilusinya dan memperoleh kembali kesadarannya, supaya dia bergerak memutari dirinya seperti mataharinya sendiri. Agama hanyalah matahari ilusi yang berputar mengitari manusia selama dia tidak berputar mengitari dirinya sendiri.

Maka begitu dunia di luar kebenaran itu hilang, tugas ilmu sejarah adalah untuk memastikan kebenaran dunia nyata ini. Begitu bentuk suci dari keterasingan manusia telah kehilangan topengnya, maka tugas filsafat, yang menjadi pembantu ilmu sejarah, adalah untuk segera mencopot topeng keterasingan dalam bentuk-bentuk yang tak suci. Sehingga kritik terhadap surga menjelma menjadi kritik terhadap alam nyata; kritik terhadap agama menjadi kritik terhadap hukum, dan kritik teologi menjadi kritik politik.

Eksposisi berikut ini [setelah Pendahuluan ini, sebuah studi kritikal terhadap Filsafat Hak Hegel rencananya akan ditulis – Catatan Penerjemah] – sebuah kontribusi untuk usaha ini – tidak menyangkut dirinya dengan yang orisinil tetapi dengan kopinya, dengan Filsafat negara dan hukum German. Satu-satunya alasan untuk ini adalah karena eksposisi ini hanya menyangkut negara Jerman.

Bila kita memulai dengan status quo Jerman itu sendiri, hasilnya akan tetap menjadi anakronisme bahkan bila kita melakukannya dengan benar, yaitu secara negatif. Bahkan penyangkalan [negasi] terhadap situasi politik kita sekarang ini adalah fakta yang tua di dalam sampah sejarah negara-negara moderen. Bila saya menyangkal rambut poni yang dibedaki, saya tetap akan tersisa dengan rambut poni yang tak terbedaki. Bila saya menyangkal situasi di Jerman pada tahun 1843, maka berdasarkan kalender Prancis, saya tidak mencapai 1789, sebuah pusat perhatian jaman kita sekarang ini yang kurang penting daripada 1843.

Benar, sejarah Jerman membanggakan dirinya sendiri sebagai negara yang berjalan di jalan yang tidak pernah dijalani oleh negara manapun di seluruh sejarah, atau tidak akan pernah dijalani kembali. Kita telah mengalami Restorasi [Restorasi Monarki – catatan penerjemah] negara-negara moderen tanpa pernah mengalami revolusi mereka. Kita terestorasi, pertama-tama karena negara-negara yang lain berani menggalang revolusi, dan kedua karena negara-negara yang lain menderita konter-revolusi; dalam satu pihak, karena tuan-tuan penguasa kita ketakutan, dan di pihak yang lain karena mereka tidak takut. Dengan gembala kita di depan, kita hanya ditemani oleh kebebasan sekali saja, pada hari kebebasan itu dipenjara.

Satu filsafat yang memberikan legitimasi terhadap kekejian sekarang dengan kekejian yang dulu, sebuah filsafat yang memberikan stigma pemberontakan kepada tangisan petani terhadap pecutan saat dimana pecutan tersebut telah menua sedikit dan memperoleh sebuah arti turun-temurun dan sejarah, sebuah filsafat dimana sejarah hanya menunjukkan a posteriori, seperti Tuhan Israel kepada hambanya Musa, filsafat sejarah hukum – filsafat ini akan menulis sejarah Jerman bila dirinya sendiri bukan ciptaan sejarah tersebut. Seorang Shylock (rentenir) yang ketakutan, yang bersumpah demi ikatan sejarahnya, yaitu ikatan Kristen-Jerman, untuk setiap pon daging yang dipotong dari jantung masyarakat.

Sebaliknya, seseorang yang antusias dan berhati baik, seorang Germanomaniac dan pemikir bebas, mencari sejarah tentang kebebasan kita di luar sejarah, di dalam hutan Teutonic yang keramat. Tetapi, apa perbedaan antara sejarah tentang kebebasan kita dan sejarah tentang kebebasan babi hutan bila kebebasan tersebut hanya dapat ditemukan di hutan? Selain itu, hutan akan selalu menggemakan apa yang kita teriakkan. Jadi, kedamaian bagi hutan Teutonic yang keramat!

Perang bagi situasi-situasi di Jerman sekarang ini! Mereka [situasi di Jerman – catatan penerjemah] berada lebih rendah dari level sejarah, mereka berada di bawah kritik apapun, tetapi mereka tetap merupakan objek kritik seperti seorang kriminal yang berada lebih rendah dari level kemanusiaan tetapi tetap merupakan objek dari algojonya. Di dalam perjuangan melawan situasi-situasi di Jerman tersebut, kritik bukanlah gairah dari kepala, tetapi merupakan kepala dari gairah. Kritik bukanlah sebuah pisau bedah, tetapi merupakan sebuah senjata. Objek dari kritik tersebut adalah musuhnya, yang dia tidak ingin buktikan salah, tetapi dia ingin hancurkan. Karena roh dari situasi tersebut akan tersangkal. Situasi tersebut tidaklah layak untuk dipikirkan, dia merupakan eksistensi yang sangat tercela. Kritik tidak perlu membuat hal-hal tersebut jelas untuk dirinya sendiri, karena dia sudah selesai dengan mereka. Dia bukan merupakan akhir [end], tetapi hanya merupakan jalan [means]. Penderitaannya yang esential adalah kemarahan, tugas pentingnya adalah pengutukan.