Peranan Yang Dimainkan Kerja Dalam Peralihan Dari Kera Ke Manusia

Friedrich Engels (1876)


Alih bahasa: Ira Iramanto


Kerja adalah sumber segala kekayaan, demikian dinyatakan oleh para ahli ekonomi-politik. Inilah — di samping alam, yang membekalinya dengan material, yang diubahnya menjadi kekayaan. Tetapi ia secara tidak-terhingga juga lebih daripada ini. Ia adalah kondisi dasar utama bagi semua keberadaan manusia, dan ini hingga batas sedemikian rupa sehingga, dalam arti tertentu mengharuskan kita berkata: kerja itu sendiri yang menciptakan manusia.

Beratus-ribu tahun yang lalu, selama suatu kurun zaman yang belum dapat secara pasti ditentukan,dari masa sejarah bumi yang oleh para ahli geologi disebut periode Tertiari, mungkin sekali menjelang akhir periode itu, suatu bangsa kera antropoid yang secara istimewa sangat-berkembang, hidup di sesuatu tempat di wilayah tropikal — boleh jadi di suatu daratan besar yang kini telah tenggelam ke dasar samudera India. Darwin telah memberikan suatu gambaran perkiraan mengenai leluhur kita ini. Mereka sepenuhnya berbulu, mereka berjenggot dan bertelinga runcing, dan mereka hidup dalam gerombolan-gerombolan di pepohonan.

Mungkin sebagai akibat langsung cara hidup mereka, yang dalam memanjat (-pohon) memberikan fungsi-fungsi berbeda pada tangan dan pada kaki, kera-kera ini ketika bergerak di atas tanah rata mulai melepaskan kebiasaan penggunaan tangan-tangan mereka dan mengambil suatu sikap yang semakin lama semakin tegak. Inilah langkah menentukan di dalam peralihan dari kera pada manusia.

Semua kera antropoid dewasa ini dapat berdiri tegak dan bergerak di atas kedua kaki mereka saja, namun hanya dalam suatu keadaan darurat dan secara sangat canggung. Sikap alamiah mereka adalah suatu sikap setengah-tegak dan termasuk di situ penggunaan tangan mereka. Mayoritasnya menunjangkan buku-buku kepalan tangan mereka ke atas tanah dan, dengan kedua kaki mereka terangkat, mengayunkan tubuh mereka melalui lengan-lengan mereka yang panjang, mirip sekali sebagaimana seorang pincang bergerak dengan bantuan penopang-penopang. Pada umumnya, dewasa ini pun kita masih dapat menyaksikan di antara kera-kera semua tahapan peralihan dari berjalan di atas ke-empat anggota badan pada berjalan di atas kedua kaki. Tetapi tiada dari mereka yang menjadikan metode tersebut terakhir itu lebih daripada suatu pengganti sementara.

Sikap tegak di kalangan leluhur kita yang berbulu itu lebih dulu menjadi kebiasaan dan pada waktunya (dengan berlalunya waktu) menjadi suatu keharusan mengisyaratkan bahwa sementara itu kian banyak kegiatan bergantung pada tangan (kedua tangan). Bahkan di kalangan kera sudah berlaku suatu pembagian tertentu dalam penggunaan tangan dan kaki. Yang pertama terutama digunakan untuk mengumpulkan dan memegang makanan, sebagaiman sudah terjadi/berlaku penggunaan cakar-depan di kalangan mamalia rendahan. Banyak kera menggunakan kedua tangan mereka untuk membangun sarang-sarang untuk diri mereka sendiri di pepohonan atau bahkan, seperti Orang-Utan, membangun atap-atap di antara cabang-cabang untuk perlindungan terhadap cuaca. Dengan kedua tangan mereka memegang anak-anaknya untuk melindungi diri terhadap musuh, atau membombardir yang tersebut belakangan itu dengan buah-buah dan batu-batu. Dalam keadaan tertangkap, dengan kedua tangan mereka, dilakukannya sejumlah gerakan sederhana yang diturun (ditirukan) dari makhluk manusia. Tetapi justru di sinilah orang melihat betapa lebar jurang antara tangan yang tidak berkembang dari bahkan kera-kera yang paling antropoid dan tangan manusia yang telah sangat disempurnakan oleh kerja selama ratusan ribu tahun. Jumlah dan tatanan umum tulang-tulang dan otot-otot sama pada kedua-duanya; tetapi tangan dari (orang-) biadab terendah dapat melakukan ratusan operasi yang tidak dapat ditirukan oleh tangan kera. Tiada tangan monyet pernah menggubah bahkan pisau dari batu yang paling kasar.

Pertama-tama, sebagai akibat hukum pertalian/hubungan pertumbuhan, sebagaimana Darwin menamakannya. Menurut hukum ini, bentuk bentuk tertentu dari bagian-bagian individual suatu makhluk organik selalu bersangkutan dengan bentuk-bentuk tertentu bagian-bagian lain yang tampaknya tiada hubungan dengan yang tersebut duluan. Demikianlah semua khewan yang mempunyai sel-sel darah merah tanpa suatu inti sel, dan di mana occiput (belakang-kepala) dihubungkan pada vertebra pertama oleh sebuah artikulasi rangkap (condyles), juga tanpa kecuali memiliki kelenjar lakteal (susu) untuk menyusui anak mereka. Demikian pula kuku-kuku-terbelah pada mamalia secara teratur dihubungkan dengan pemilikan perut-ganda untuk memamah-biak. Perubahan-perubahan bentuk-bentuk tertentu menyangkut perubahan-perubahan dalam bentuk bagian-bagian lain dari tubuh, sekalipun kita tidak dapat menjelaskan hubungan ini. Kucing-kucing yang putih-sempurna dengan sepasang mata biru selalu, atau nyaris selalu, tuli. Berangsur-angsur semakin sempurnanya tangan manusia, dan perkembangan sejalan dan adaptasi kedua kaki untuk sikap tegak, tak-mustahil juga, disebabkan oleh perkaitan-perkaitan seperti itu, bereaksi pada bagian-bagian lain dari organisme itu. Namun, aksi ini masih terlalu sedikit diteliti untuk kita dapat melalukan lebih banyak di sini daripada mengemukakan kenyataan itu secara umum-umum saja.

Yang jauh lebih penting adalah reaksi langsung, yang terbukti dari perkembangan tangan atas selebihnya organisme. Seperti yang sudah dikatakan, leluhur kita yang kera itu suka berkumpul-kumpul; jelas sekali tidak mungkin mencari asal (derivasi) manusia, yaitu yang paling sosial dari semua khewan, dari leluhur dekat yang tidak suka berkumpul-kumpul. Penguasaan atas alam, yang dimulai dengan perkembangan tangan, dengan kerja, meluaskan cakrawala manusia pada setiap kemajuan baru. Ia terus-menerus menemukan sifat-sifat baru dari objek-objek alam yang hingga saat itu tidak diketahuinya. Di lain pihak, perkembangan kerja mau- tidak mau membantu semakin mendekatnya anggota-anggota masyarakat satu sama lain dengan menggandakan kasus-kasus saling-dukung-mendukung, kegiatan bersama, dan dengan membikin jelas keuntungan kegiatan bersama ini bagi setiap individu. Singkatnysa, manusia yang sedang menjadi itu sampai pada titik di mana ada sesuatu yang mesti mereka katakan satu sama yang lain. Kebutuhan ini menghasilkan penciptaan organnya; dengan modulasi larinks (pangkal tenggorokan) kera yang belum berkembang itu perlahan-lahan tetapi pasti berubah untuk modulasi yang semakin lebih berkembang lagi, dan organ-organ mulut berangsur-angsur belajar mengucapkan sebuah huruf artikulat menyusul huruf artikulat lainnya.

Perbandingan-perbandingan dengan hewan-hewan membuktikan bahwa penjelasan mengenai asal-usul bahasa ini dari kerja dan bersama dengan kerja adalah satu-satunya penjelasan yang benar. Yang sedikit yang bahkan khewan-khewan yang paling berkembang tinggi mesti saling komunikasikan satu sama lain dapat disampaikan bahkan tanpa ucapan artikulat. Dalam suatu keadaan alamiah, tiada khewan yang terhalang oleh ketidak-mampuannya untuk berbicara atau untuk memahami ucapan manusia. Berbeda sekali apabila khewan itu telah dijinakkan oleh manusia. Anjing dan kuda, dengan pergaulannya dengan mansuia, telah mengembangkan pendengaran yang sedemikian baiknya pada ucapan artikulat sehingga mereka dengan mudah belajar mengerti setiap bahasa dalam jangkauan lingkaran ide-ide mereka. Lebih daripada itu, mereka telah memperoleh kemampuan akan perasaan-perasaan, seperti rasa kasih pada manusia, rasa berterima-kasih, dsb., yang sebelumnya asing bagi mereka. Siapa saja yang banyak hubungannya dengan hewan-hewan seperti itu nyaris tidak dapat menghindari keyakinan bahwa terdapat banyak kejadian di mana mereka kini merasa ketidak-mampuan mereka untuk bicara sebagai suatu cacat, sekalipun, sayangnya, itu tidak dapat lagi diobati karena organ-organ vokal mereka telah dispesialisasikan dalam satu arah tertentu. Namun, di mana organ itu ada, dalam batas-batas tertentu bahkan ketidak-mampuan ini menghilang. Organ-organ bukkal (buccal) burung-burung sudah tentu berbeda sekali dari organ-organ bukkal manusia, namun hanya burung-burung adalah hewan-hewan yang dapat belajar berbicara; dan adalah burung dengan suara yang paling ganjil/seram, kakatua, yang paling pintar berbicara. Janganlah ditentang kenyataan bahwa burung beo/nuri itu tidak mengerti apa yang dikatakannya. Memang benar bahwa untuk kesenangan berbicara semata-mata dan untuk bergaul dengan manusia, burung beo/nuri itu akan mengoceh berjam-jam lamanya, terus-menerus mengulangi seluruh vokabularinya. Tetapi di dalam batas-batas lingkaran ide-idenya ia juga dapat belajar mengerti apa yang dikatakannya. Ajarkanlah pada seekor burung beo/nuri kata-kata makian dengan cara sedemikian rupa sehingga ia dapat membayangkan artinya (salah satu hiburan paling mengasyikkan para pelaut yang pulang dari daerah tropik); godalah dan anda akan segera menemukan bahwa ia mengetahui cara mengunakan kata-kata cacian itu dengan tak-kalah tepatnya dengan seorang penjual-ikan Berlin. Demikian pula dalam mengemis jajanan.

Pertama kerja, setelah itu, dan kemudian dengan itu, ucapan artikulat — inilah dua rangsangan (stimuli) paling mendasar yang mempengaruhi otak kera secara berangsur-angsur berubah menjadi otak manusia, yang dengan segala kesamaannya dengan yang tersebut duluan adalah jauh lebih besar dan jauh lebih sempurna. Bergandengan dengan perkembangan otak berlangsunglah perkembangan alat-alatnya yang paling langsung — organ-organ inderawi. Tepat sebagaimana perkembangan berangsur-angsur berucap itu mau-tak-mau dibarengi penghalusan/penyempurnaan yang bersesuaian dari organ pendengaran, demikian pula perkembangan otak secara keseluruhan dibarengi suatu penyempurnaan semua indera. Burung elang melihat jauh melebihi pengelihatan manusia, tetapi mata manusia melihat jauh lebih banyak dalam benda-benda daripada yang dilihat mata elang. Anjing memiliki daya penciuman yang jauh lebih tajam daripada manusia, tetapi ia tidak membedakan seperseratus bau-bauan yang bagi manusia adalah ciri-ciri tertentu dari berbagai-bagai benda. Dan indera sentuh, yang nyaris tidak dimiliki kera dalam bentuk awalnya yang paling kasar, hanya telah berkembangan secara bersama dengan perkembangan tangan manusia itu sendiri, melalui medium kerja.

Reaksi atas kerja dan berucap dari perkembangan otak dan indera-indera pengiringnya, dari semakin jelasnya kesadaran, daya abstraksi dan penilaian, memberikan dorongan/impuls yang selalu-diperbarui pada perkembangan lebih lanjut bagi kerja maupun berucap. Perkembangan lebih lanjut ini tidak mencapai kesudahannya ketika manusia akhirnya menjadi berbeda dari kera, tetapi, secara keseluruhannya, telah berlanjut terus untuk maju dengan semakin perkasa, berbeda dalam derajat dan arah di antara berbagai rakyat dan pada waktu-waktu yang berbeda, dan di sana-sini bahkan diselangi oleh kemunduran lokal atau sementara. Perkembangan lebih lanjut ini telah dengan kuat didorong maju, di satu pihak, dan telah dipandu mengikuti arah-arah yang semakin pasti di lain pihak, karena adanya suatu unsur baru yang berperan dengan permunculan manusia yang seutuhnya, yaitu, masyarakat.

Ratusan ribu tahun — yang tidak mempunyai maka lebih besar dalam sejarah bumi daripada sedetik dalam kehidupan manusia[1] — jelas telah berlalu sebelum masyarakat manusia lahir dari segerombolan kera pemanjat-pohon. Betapapun, ia akhirnya muncul juga. Dan apakah yang sekali lagi kita temukan sebagai perbedaan karakteristik antara gerombolan kera dan masyarakat manusia? Kerja. Gerombolan kera itu puas dengan menjelajahi daerah tempat-makan yang ditentukan baginya oleh kondisi-kondisi geografikal atau perlawanan gerombolan- gerombolan yang bertetangga; gerombolan kera itu melakukan migrasi-migrasi dan perjuangan-perjuangan untuk merebut daerah-daerah tempat-makan baru, tetapi ia tidak mampu mengambil dari situ lebih daripada yang disediakan dalam keadaan alamiahnya itu, kecuali gerombolan kera itu secara tidak sadar merabuki tanah itu dengan kotoran-badan mereka sendiri. Segera setelah daerah persediaan makanan itu ditempati, tidak mungkin lagi populasi kera itu bertambah lagi; jumlah hewan itu paling-paling tetap saja. Tetapi semua hewan menghabiskan/memboroskan banyak sekali makanan, dan, lebih-lebih lagi, menghancurkan generasi persediaan makanan berikutnya dalam keadaan embrional. Tidak seperti seorang pemburu, srigala tidak mencadangkan/membiarkan induk kijang yang di tahun berikutnya akan memberikan anak-anak kijang; kambing-kambing di Junani yang merumput habis semak-semak muda sebelum tumbuh besar, telah merumput gundul semua daerah pegunungan negeri itu. “Ekonomi buas” hewan-hewan ini memainkan suatu peranan penting dalam transformasi spesies secara berangsur-angsur dengan memaksa mereka mengadaptasi diri pada makanan-makanan yang lain daripada biasanya, dan berkat itu darah mereka memperoleh suatu komposisi kimiawi yang berbeda dan seluruh susunan fisikal berangsur-angsur berubah, sedangkan spesies yang sudah mantap menjadi punah. Tidak disangsikan lagi bahwa perekonomian buas ini telah sangat besar sumbangsihnya pada peralihan leluhur kita dari kera pada manusia. Dalam suatu bangsa kera-kera yang jauh melampaui semua lainnya dalam inteligensi dan daya-penyesuaian-diri, perekonomian buas ini tidak bisa tidak menghasilkan peningkatan terus-menerus dalam jumlah tanaman yang diperuntukkan sebagai makanan dan pada pelahapan bagian-bagian yang semakin dapat dimakan dari tanaman-tanaman ini. Singkatnya, ia menjadikan makanan semakin lebih beranega-ragam, dan dengan begitu juga substansi-substansi yang masuk ke dalam tubuh, premis-premis kimiawi bagi peralihan menjadi/pada manusia. Tetapi semua itu masih belum kerja dalam arti sebenarnya. Kerja dimulai dengan dibuatnya alat-alat/perkakas. Dan apakah alat-alat paling purba yang kita temukan — paling kuno jika dinilai dari pusaka-pusaka manusia pra-sejarah yang telah di temukan, dan dari cara hidup rakyat-rakyat dari sejarah paling dini dan dari orang-orang biadab masa kini yang paling primitif? Yaitu perkakas-perkakas berburu dan penangkapan ikan, yang tersebut duluan sekaligus dipakai sebagai senjata. Tetapi perburuan dan penangkapan ikan mengandaikan peralihan dari suatu diet yang khususnya vegetabel pada makanan serba-daging yang cocok (seiring), dan kita dapatkan di sini suatu langkah mendasar lainnya dalam peralihan menjadi/pada manusia. Suatu diet serba-daging mengandung (berarti) substansi-substansi yang paling pokok — dalam suatu keadaan yang hampir jadi — yang diperlukan oleh organisme bagi metabolismenya. Ia mempersingkat waktu yang diperlukan, tidak hanya bagi pencernaan, melainkan juga bagi proses-proses vegetatif badaniah lainnya yang bersesuaian dengan proses kehidupan tetumbuhan, dan dengan demikian memperoleh waktu, bahan dan hasrat lebih lanjut bagi manifestasi aktif dari kehidupan hewani dalam arti sebenarnya dari kata itu. Dan semakin jauh manusia yang sedang menjadi itu meninggalkan dunia tetumbuhan, semakin tinggi juga ia naik di atas hewan-hewan. Tepat sebagaimana terbiasanya pada suatu diet tetumbuhan berdampingan dengan suatu diet dengan daging telah mengubah kucing-kucing dan anjing-anjing liar menjadi pelayan-pelayan manusia, demikian pula adaptasi pada suatu diet ikan, bersama-sama dengan suatu diet vegetabel, sangat menyumbang dalam penyusunan kekuatan dan kebebasan badaniah pada manusia yang sedang menjadi itu. Namun, efek paling mendasar dari suatu diet daging yalah atas otak, yang kini menerima aliran bahan-bahan yang jauh lebih kaya, yang diperlukan bagi pemeliharaan dan perkembangan, dan yang karenanya dapat berkembang lebih cepat dan sempurna dari generasi ke generasi. Dengan segala hormat pada para vegetarian, mestilah diakui bahwa manusia tidak menjadi “ada” tanpa suatu diet daging, dan jika yang tersebut belakangan, di antara semua rakyat yang kita ketahui, telah membawa pada kanibalisme pada suatu masa atau lainnya (leluhur kaum Berliner, Weletabian atau Wilzian, biasa makan orang tua mereka sampai abad ke sepuluh), itu tiada arti apa-apa bagi kita dewasa ini.

Suatu diet daging membawa pada dua kemajuan baru yang mempunyai arti-penting menentukan: pada penggunaan api dan penjinakan khewan-khewan. Yang tersebut duluan lebih lanjut mempersingkat proses pencernaan, karena kepada mulut ia memberikan makanan yang sudah, boleh dikatakan, setengah-dicerna; yang kedua membuat daging berlebih dengan membukakan suatu sumber suplai baru yang lebih teratur di samping perburuan, dan lagi pula memberikan, dengan susu dan hasil-hasilnya, suatu bahan makanan baru yang paling sedikit sama bernilainya dengan daging dalam komposisinya. Demikianlah, kedua kemajuan ini langsung menjadi alat-alat emansipasi yang baru bagi manusia. Akan membawa diri kita terlalu jauh jika di sini kita memerinci lebih lanjut efek-efek tidak-langsungnya, betapapun besar makna yang dikandung/dipunyainya bagi perkembangan manusia dan masyarakat.

Tepat sebagaimana manusia telah belajar mengonsumsi segala yang dapat dimakan, ia juga telah belajar hidup di iklim apa saja. Ia menyebar ke seluruh dunia yang dapat ditinggali, menjadi satu-satunya hewan yang dapat melakukan itu atas pilihannya sendiri. Khewan-khewan lain yang telah menjadi terbiasa pada segala iklim — hewan-hewan domestik dan binatang-binatang kecil pengganggu — tidak menjadi sebebas itu, melainkan hanya sesudah manusia. Dan peralihan dari keseragaman iklim panas tempat asal manusia ke daerah-daerah lebih dingin, di mana tahun terbagi menjadi musim panas dan musim dingin, menciptakan syarat-syarat baru: tempat berteduh dan pakaian untuk perlindungan terhadap kedinginan dan kelembaban, lingkungan-lingkungan baru untuk kerja dan karenanya bentuk-bentuk kegiatan baru, yang lebih lanjut semakin memisahkan manusia dari hewan.

Dengan kerja-sama tangan, organ-organ bicara, dan otak, tidak hanya pada setiap individu, melainkan juga dalam masyarakat, makhluk manusia menjadi berkemampuan melaksanakan operasi-operasi yang semakin lebih rumit, dan menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan yang tinggi dan kian meninggi. Dari generasi demi generasi, kerja itu sendiri menjadi berbeda, semakin sempurna, semakin beraneka-ragam. Agrikultur ditambahkan pada perburuan dan peternakan, kemudian menenun, menganyam, pengerjaan logam, tembikar, dan navigasi. Bersama-sama dengan perdagangan dan industri, akhirnya muncullah seni dan ilmu-pengetahuan. Dari suku-suku berkembanglah nasion-nasion dan negara-negara. Hukum dan politik lahir, dan bersama itu refleksi fantastik mengenai masalah-masalah manusia di dalam pikiran manusia: religi. Di hadapan segala penciptaan ini, yang muncul pertama-tama sebagai produk-produk pikiran, dan yang tampak mendominasi masyarakat-masyarakat manusia, produksi-produksi yang lebih sederhana dari tangan yang bekerja mundur ke latar-belakang, semakin menjadi-jadi begitu karena pikiran yang merencanakan proses kerja sudah berada pada tahap dini dari perkembangan masyarakat (misalnya, sudah di dalam keluarga sederhana), telah mampu membuat kerja berencana ini dilaksanakan oleh tangan-tangan lain dan bukan tangan-tangan sendiri. Semua jasa kemajuan pesat peradaban dijulukkan pada pikiran, pada perkembangan dan kegiatan otak. Manusia menjadi terbiasa untuk menjelaskan tindakan-tindakan mereka dari pikiran-pikiran mereka, gantinya dari kebutuhan-kebutuhan mereka (yang, dengan setiap kasus direnungkan, menjadi kesadaran di dalam pikiran) — maka lahirnya dalam berlalunya waktu itu, pandangan idealistik mengenai dunia yang, khususnya sejak keruntuhan dunia kuno, telah menguasai pikiran-pikiran manusia. Itu sampai batas jauh masih menguasai mereka sehingga bahkan ilmuwan-ilmuwan alam yang paling materialistik dari aliran Darwinian masih belum mampu membentuk suatu gagasan yang jelas mengenai asal-usul manusia, karena di bawah pengaruh ideologikal itu mereka tidak mengakui peranan yang telah dimainkan di dalamnya oleh kerja.

Hewan-hewan, seperti sudah ditunjukkan, mengubah alam eksternal dengan kegiatan-kegiatan mereka sebagaimana yang juga dilakukan oleh manusia, sekalipun tidak dalam jangkauan yang sama, dan perubahan-perubahan yang mereka lakukan pada lingkungan mereka, sebagaimanma telah kita lihat, pada gilirannya bereaksi atas dan mengubah originator-originator mereka. Karena tiada sesuatu pun dalam alam terjadi secara terisolasi. Segala sesuatu mempengaruhi setiap hal lainnya dan vice versa, dan terutama karena gerak dan interaksi yang bersegi-menyeluruh ini dilupakan, maka para ilmuwan alam kita terhalangi untuk melihat dengan jelas hal-hal yang paling sederhana.. Kita telah mengetahui bagaimana kambing-kambing telah mencegah regenerasi hutan-hutan di Junani; di St. Helena, kambing-kambing dan babi-babi yang dibawa oleh pelaut-pelaut pertama yang tiba di sana telah nyaris berhasil untuk sepenuhnya memusnahkan vegetasi tua pulau itu, dan dengan demikian menyiapkan tanah bagi penyebaran tanaman-tanaman yang dibawa oleh pelaut-pelaut dan kolonis-kolonis. Tetapi, apabila hewan-hewan mengerahkan suatu efek bersinambungan atas lingkungan mereka, itu terjadi secara tidak disengaja, dan, sejauh yang menyangkut hewan-hewan itu sendiri, itu adalah suatu kekebetulan. Semakin jauh manusia terpisah dari hewan-hewan, semakin pula efek mereka atas alam memperoleh sifat aksi yang disengaja, yang direncanakan yang mengarah pada tujuan-tujuan tertentu yang diketahui sebelumnya. Hewan-hewan menghancurkan vegetasi suatu lokalitas tanpa menyadari apa yang dilakukannya. Manusia menghancurkan/merusaknya agar dapat menebar tanaman-tanaman ladang di atas tanah yang telah dibebaskannya dengan cara itu, atau untuk menanam pohoh-pohon atau anggur-angguran yang diketahuinya akan menghasilkan sekian kali lipat benih yang ditebarkannya. Ia memindahkan tanaman-tanaman yang berguna dan hewan-hewan domestik dari satu negeri ke lain negeri dan dengan demikian mengubah flora dan fauna benua-benua seluruhnya. Lebih dari itu. Lewat perkembangan-biakan buatan, baik hewan maupun tanaman juga diubah oleh manusia sehingga mereka menjadi tidak dapat dikenali lagi. Tanaman-tanaman liar yang menjadi asal-usul varitas-varitas biji-bijian kita masih dicari tanpa hasil. Masalah binatang liar yang menjadi asal-usul anjing-anjing kita, dengan anjing-anjing itu sendiri begitu berbeda-beda satu sama lainnya, atau sama banyaknya kuda-kuda yang hasil perkembang-biakan, juga masih dipertengkarkan.

Sudah tentu tidak usah dikatakan, bahwa kita tidak bermaksud mempersoalkan kemampuan khewan-khewan untuk berkelakuan dengan gaya yang terencana dan sengaja. Sebaliknya, suatu gaya tindakan berencana terdapat secara embrional kapan saja protoplasma, protein hidup, terdapat dan bereaksi, yaitu, melaksanakan gerakan-gerakan tertentu, bahkan apabila luar-biasa sederhana, sebagai hasil dari rangsangan eksternal tertentu. Reaksi seperti itu bahkan terjadi ketika sama sekali masih belum ada sel, apalagi suatu sel syaraf. Cara tanaman-tanaman pemakan serangga menangkap mangsa mereka muncul pula hingga batas tertentu sebagai suatu tindakan berencana, sekalipun dilakukan secara sangat tidak sadar. Pada hewan-hewan kapasitas akan tindakan berencana, yang sadar, berkembang bersamaan dengan perkembangan sistem persyarafan dan di antara binatang-binatang mamalia hal itu mencapai suatu tingkat yang tinggi sekali. Selagi berburu-rubah di Inggris, setiap hari orang dapat menyaksikan betapa dengan tepat sekali seekor rubah itu mengetahui caranya memanfaatkan pengetahuannya mengenai lokalitas untuk meloloskan diri dari pemburu-pemburunya, dan betapa baik pengetahuannya dan memanfaatkan semua ciri daerah (tanah) yang menguntungkan itu sehingga baunya dapat disesatkan. Di antara binatang-binatang piaraan kita, yang lebih tinggi perkembangannya berkat pergaulannya dengan manusia, setiap hari dapat disaksikan tindakan-tindakan penuh akal yang tepat sama tingkatnya seperti yang dilakukan oleh anak-anak. Karena, tepat sebagaimana sejarah pembangunan/perkembangan janin manusia di dalam perut ibu hanyalah suatu ulangan yang dipersingkat dari sejarah, yang terentang jutaan tahun, dari evolusi badaniah leluhur-leluhur khewani kita, dimulai dari cacing, begitulah perkembang-an mental anak manusia hanyalah suatu ulangan yang lebih diringkaskan lagi dari perkembangan intelektual leluhur-leluhur yang sama ini, setidak-tidaknya dari yang lebih belakangan. Tetapi semua tindakan berencana dari semua khewan tidak pernah berhasil membubuhkan cap kehendak mereka pada dunia. Harus manusialah yang melakukan itu.

Singkatnya, hewan itu cuma menggunakan alam eksternal, dan melahirkan perubahan-perubahan padanya hanya dengan kehadirannya; manusia dengan perubahan-perubahannya menjadikannya melayani kepentingan-kepentingannya, menguasai-nya. Inilah perbedaan hakiki, final, antara manusia dan khewan-khewan lainnya, dan sekali lagi adalah kerja yang melahirkan perbedaan ini.[2]

Namun, janganlah kita terlampau membanggakan diri kita atas penaklukan-penaklukan kita atas/terhadap alam. Karena masing- masing penaklukan itu berbalas-dendam terhadap kita. Masing-masingnya, memang benar, pertama-tama berkonsekuensi yang kita perhitungkan, tetapi di tempat kedua dan ketiga mempunyai akibat-akibat yang sangat berbeda, yang di luar duga-dugaan terlalu sering hanya membatalkan hasil yang pertama itu. Orang-orang yang, di Mesopotamia, Yunani, Asia-Kecil, dan di lain-lain tempat, menghancurkan hutan-hutan untuk mendapatkan tanah yang bisa digarap, tidak bermimpi bahwa mereka sedang meletakkan dasar bagi kondisi kerusakan dewasa ini di negeri-negeri itu, dengan menyingkirkan bersama hutan-hutan itu, pusat-pusat pengumpulan dan penyimpanan-penyimpanan uap-lembab. Manakala, di landaian-landaian pegunungan sebelah Selatan, orang-orang Italia dari Alpen menghabiskan hutan-hutan pohon cemara yang dengan begitu penuh perhatian dijadikan tumpuan harapan mereka di landaian-landaian sebelah Utara, mereka tidak menyadari bahwa dengan berbuat begitu mereka memotong akar-akar industri susu di wilayah mereka; mereka bahkan lebih tidak menyadari bahwa dengan itu mereka menghilangkan sebagian besar sumber-sumber air pegunungan mereka dalam setahun, memungkinkan bagi sumber-sumber air itu menumpahkan keganasan luapan-banjir ke dataran-dataran selama musim hujan. Orang-orang yang menyebarkan kentang di Eropa tidak menyadari bahwa dengan ubi-ubi berbubuk ini mereka sekaligus menyebarkan penyakit skrofula. Demikianlah pada setiap langkah kita diingatkan bahwa kita sama sekali tidak berkuasa atas alam seperti seorang penakluk atas suatu bangsa asing, seperti seseorang yang berdiri di luar alam — tetapi bahwa kita, dengan daging, darah dan otak, termasuk dalam alam, dan berada di tengah-tengahnya, dan bahwa semua penguasaan kita atasnya terdiri atas kenyataan bahwa kita mempunyai kelebihan di atas semua makhluk lainnya dengan mampu mengetahui dan dengan tepat menerapkan hukum-hukumnya.

Dan sebenarnyalah, dengan setiap hari yang berlalu kita belajar memahami hukum-hukum ini secara lebih tepat, dan menjadi mengenal akibat-akibat yang lebih langsung dan/maupun yang lebih jauh dari campur-tangan kita dengan proses alam tradisional. Khususnya, setelah kemajuan-kemajuan perkasa ilmu-alam dalam abad sekarang, kita semakin ditempatkan dalam suatu kedudukan di mana kita dapat mengetahui, dan karenanya mengendalikan, bahkan akibat-akibat alamiah yang lebih jauh lagi, paling tidak dari kegiatan-kegiatan produktif kita yang paling umum. Namun, semakin hal ini terjadi, semakin pula manusia tidak hanya akan merasa, tetapi juga mengetahui, kesatuan diri mereka dengan alam, dan dengan demikian semakin tidak mungkinnya gagasan yang tidak masuk akal dan anti-alam mengenai suatu pertentangan antara pikiran dan materi, manusia dan alam, jiwa dan badan, seperti yang timbul/lahir di Eropa sesudah keruntuhan kekunoan (keantikan=antiquity) klasik dan yang mendapatkan elaborasinya yang paling tinggi dalam kekristianian.

Tetapi, apabila sudah dibutuhkan kerja beribu-ribu tahun bagi kita untuk hingga batas tertentu belajar memperhitungkan akibat- akibat alamiah yang lebih jauh lagi dari tindakan-tindakan kita yang ditujukan pada produksi, adalah lebih sulit lagi yang bertautan dengan akibat-akibat sosial yang lebih jauh dari tindakan-tindakan ini. Kita sudah menyinggung kentang itu dan penyebaran skrofula yang diakibatkannya. Tetapi apakah skrofula itu jika dibandingkan dengan efek atas kondisi kehidupan massa rakyat di keseluruhan negeri-negeri yang diakibatkan karena kaum pekerja direduksi pada suatu diet kentang, atau jika dibandingkan dengan kelaparan yang melanda Irlandia pada tahun 1847 sebagai akibat penyakit-tumbuh-tumbuhan kentang, dan yang mengirimkan sejuta orang Irlandia ke kuburan, karena diberi makan kentang dan nyaris seluruhnya kentang saja, dan memaksakan pengemigrasian lebih dari dua juta orang? Ketika orang-orang Arab belajar menyuling alkohol, tak pernah terpikir oleh mereka bahwa dengan melakukan itu mereka menciptakan salah-satu senjata utama bagi pemusnahan kaum aborigin (penduduk asli) dari benua Amerika yang ketika itu belum ditemukan. Dan ketika Columbus kemudian menemukan Amerika, ia tidak mengetahui bahwa dengan berbuat begitu ia memberikan suatu kesempatan hidup baru pada perbudakan, yang di Eropa telah lama berselang dihapus, dan meletakan dasar bagi perdagangan budak Negro. Orang-orang yang pada abad-abad ke tujuhbelas dan delapan belas berusaha keras menciptakan mesin-uap tidak membayangkan bahwa mereka sedang menyiapkan perkakas yang lebih daripada perkakas lainnya akan merevolusionerkan kondisi-kondisi sosial di seluruh dunia. Teristimewa di Eropa, dengan memusatkan kekayaan di tanggan suatu minoritas, dengan mayoritas yang luar-biasa besarnya dijadikan tidak-memiliki apapun, perkakas ini mula-mula dimaksudkan untuk memberikan dominasi sosial dan politikal pada burjuasi, dan kemudian, namun, melahirkan suatu perjuangan klas antara burjuasi dan proletariat, yang hanya dapat berakhir dengan penumbangan burjuasi dan penghapusan semua antagonisme klas. Tetapi juga di bidang ini, lewat pengalaman panjang dan sering kejam dan dengankmengumpulkan dan menelaah material sejarah, kita berangsur-angsur belajar memperoleh suatu pandangan yang jelas mengenai akibat-akibat sosial yang tidak langsung, yang lebih jauh dari kegiatan produktif kita, dan dengan begitu terbuka peluang/kemungkinan bagi kita untuk menguasai dan mengatur akibat-akibat ini juga.

Untuk menjalankan pengaturan ini diperlukan sesuatu yang lebih daripada sekedar pengetahuan. Ia menuntut suatu revolusi lengkap dalam cara produksi kita yang ada hingga sekarang, dan dengan itu juga keseluruhan tatanan sosial kita dewasa ini.

Semua cara produksi yang ada hingga sekarang semata-mata telah diarahkan pada pencapaian efek kerja yang paling segera dan paling langsung berguna. Akibat-akibat selanjutnya, yang baru kemudian muncul dan menjadi efektif melalui pengulangan dan akumulasi secara berangsur-angsur, sama sekali diabaikan. Pemilikan komunal asali atas tanah bersesuaian, di satu pihak, dengan suatu tingkat perkembangan makhluk manusia di mana cakrawala mereka pada umumnya terbatas pada yang terdapat paling langsung di dekatnya, dan mengandaikan, di pihak lain, suatu kelebihan tertentu dari tanah yang tersedia, yang memperkenankan suatu kelonggaraan tertentu untuk pengoreksian setiap kemungkinan hasil-hasil buruk dari tipe primitif perekonomian ini. Ketika kelebihan tanah ini terpakai habis, hak pemilikan komunal juga runtuh. Semua bentuk produksi yang lebih tinggi, namun, membawa pada pembagian penduduk menjadi berbagai klas dan dengan begitu pada antagonisme klas-klas yang berkuasa dan yang tertindas. Tetapi berkat ini pula kepentingan klas berkuasa menjadi faktor pendorong produksi, sejauh yang tersebut belakangan ini tidak dibatasi pada kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling rendah dari rakyat tertindas. Hal ini telah dilaksanakan hampir selengkapnya di dalam cara produksi kapitalis yang berlaku dewasa ini di Eropa Barat. Para kapitalis individual, yang menguasai produksi dan pertukaran, hanya mampu melibatkan diri mereka dengan efek kegunaan yang paling langsung dari tindakan-tindakan mereka. Sebenarnyalah, bahkan efek kegunaan ini — sejauh-jauh itu suatu permasalahan mengenai kegunaan barang yang diproduksi atau dipertukarkan — langsung tergusur ke belkakjang, dan satu-satunya perangsang (insentif) menjadilah/adalah laba yang akan diperoleh dalam penjualan.


Ilmu pengetahuan sosial kaum burjuasi, ekonomi-politik klasik, terutama hanya dipenuhi dengan efek-efek sosial tindakan-tindakan manusia yang langsung diniatkan dengan tujnuan produksi dan pertukaran. Ini sepenuhnya bersesuaian dengan organisasi sosial yang darinya ia merupakan pernyataan teoretikalnya. Karena para kapitalis individual terlibat dalam produksi dan pertukaran demi untuk laba segera, maka hanya hasil-hasil paling dekat, yang paling segera yang pertama-tama dapat diperhitungkan. Tatkala seorang penghasil (manufaktur) atau pedagang individual menjual atau membeli satu barang-dagangan manufaktur dengan laba yang berlaku umum, ia puas, dan ia tidak peduli apa yang terjadi kemudian dengan barang-dagangan itu dan para pembelinya. Hal serupa berlaku pada akibat-akibat alamiah tindakan-tindakan yang sama itu. Apa urusannya bagi para penanam Spanyol di Kuba, yang membakar habis hutan-hutan di landaian-landaian pegunungan dan dari abu-abunya memperoleh rabuk secukupnya untuk satu generasi pohon-pohon kopi yang sangat luar-biasa menguntungkan itu, apakah urusan bagi mereka bahwa hujan tropikal yang lebat setelah itu menyapu bersih lapisan atas tanah yang kini tidak terlindung itu, dengan meninggalkan hanya batu karang yang gundul? Dalam hubungan dengan alam, seperti dengan masyarakat, cara produksi sekarang terutama dan di atas segala-galanya hanya memikirkan hasil pertama, hasil yang paling dapat disentuh; dan kemudian dinyatakan keterkejutan bahwa akibat-akibat paling jauh dari tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan ini ternyata sangat berbeda sekali, bahkan teristimewa memiliki watak/sifat yang berlawanan; bahwa keserasian permintaan dan persediaan telah berubah menjadi pertentangan polar-(kutub-kutub)nya, seperti dibuktikan oleh proses tiap daur industrial sepuluh-tahun, dan bahwa juga Jerman mengalami suatu pendahuluan kecil dalam hal “keambrukan”; bahwa milik perseorangan berdasarkan kerja individual mau tidak mau berkembang menjadi ketiada-pemilikan-apapun kaum pekerja, sedang semua kekayaan menjadi semakin dan kian terkonsentrasi di tangan-tangan kaum bukan-pekerja; bahwa [...]


Keterangan

1. Seorang pakar terkemuka mengenai hal ini, Sir W. Thomson, telah memperhitungkan bahwa tidak kurang dari seratus juta tahun yang telah berlalu sejak bumi telah cukup mendingin bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan.

2. Pada pinggiran manuskrip tertulis dengan pensil: “pemuliaan”.[ed.]