Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia

Pidato sebagai laporan Sentral Komite kepada Kongres Nasional ke-V PKI dalam bulan Maret 1954

D.N. Aidit (1954)


Sumber: Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia, Yayasan Pembaruan, Jakarta, 1955. Scan PDF Brosur


Kawan-kawan, pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada Partai kita, yang telah memberikan kehormatan kepada saya untuk menyampaikan laporan umum ini kepada Kongres Nasional Partai ke-V, Kongres yang bersejarah ini.

Kawan-kawan, banyak hal-hal yang sudah terjadi sejak Kongres Nasional Partai yang ke-IV, yang dilangsungkan 7 tahun yang lalu di Kota Solo. Tentang ini pokok-pokoknya sudah saya laporkan dalam pidato pembukaan Kongres. Saya tidak perlu mengulanginya lagi.

Bahan-bahan untuk Kongres Nasional ke-V sudah dimuat dengan lengkap dalam penerbitan resmi Partai, dalam PKI-Buletin nomor istimewa maupun dalam majalah “Bintang Merah” beberapa bulan yang lalu. Bahan-bahan ini juga sudah dibrosurkan, dalam Bahasa Indonesia maupun dalam bahasa-bahasa daerah. Kawan-kawan mendapat waktu yang cukup untuk memperlajarinya. Tidak itu saja, seluruh Partai kita sudah membicarakannya dan mendiskusikannya, dan juga sudah diusahakan menyampaikannya kepada Rakyat banyak. Dengan demikian, kawan-kawan datang ke kongres ini tidak hanya membawa suara anggota dan calon anggota Partai, tetapi juga membawa pikiran dan kritik yang langsung datangnya dari Rakyat banyak. Ini adalah penting, karena dengan begini kepercayaan anggota, calon anggota, dan Rakyat banyak kepada Partai kita menjadi lebih besar. Saya kira pada tempatnya jika saya, atas nama Kongres kita ini, menyatakan terima kasih Partai kepada semua golongan dan orang yang sudah menyatakan pendapat dan kritiknya terhadap material Kongres kita, terutama terhadap Rencana Program Partai.

Dari sidang ini dapat kita bayangkan, betapa gembiranya anggota, calon anggota, pecinta-pecinta Partai, dan semua orang progresif menyambut tiap-tiap putusan yang nanti diambil oleh Kongres ini.

Sentral Komite menyampaikan bahan-bahan kepada Kongres ini dengan keyakinan, bahwa bahan-bahan yang dihidangkan itu akan membikin terang semua masalah yang pokok dan yang penting dari revolusi Indonesia dan semua masalah yang pokok dan yang penting mengenai pembangunan Partai kita. Dengan bahan-bahan ini diharapkan Kongres akan dapat mempersenjatai anggota-anggota dan fungsionaris-fungsionaris Partai dengan pengertian yang tepat tentang Program, tentang taktik, dan tentang garis organisasi Partai. Dengan ini berarti akan terbukalah jalan yang lebar bagi perkembangan gerakan kemerdekaan Rakyat Indonesia dan bagi perkembangan Partai Komunis Indonesia.

Sentral Komite berpendapat bahwa Rencana Program yang sekarang dihidangkan sebagai material yang terpenting kepada Kongres ini perlu diberi pendahuluan sebagai penjelasan. Oleh karena itulah, laporan umum yang akan saya sampaikan ini mempunyai 2 fungsi: pertama, sebagai laporan umum tentang keadaan politik dan organisasi, dan kedua, sebagai penjelasan mengenai pokok-pokok yang dimuat di dalam Rencana Program PKI. Dengan demikian, fungsi daripada laporan umum, yang oleh Sentral Komite diberi nama “Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia”, menjadi jelas. Mengenai bahan-bahan Kongres yang lain akan diberi penjelasan tersendiri.

 

I

SITUASI INTERNASIONAL

1. Situasi Internasional Sesudah Perang Dunia ke-II

Perang dunia ke-II berakhir dengan kemenangan demokrasi atas fasisme. Keadaan internasional sesudah perang menunjukkan perkembangan yang menguntungkan perjuangan kemerdekaan Rakyat dan perjuangan untuk perdamaian dunia.

Pada pertengahan tahun 1945, imperialisme dunia berada dalam kedudukan yang jauh lebih lemah daripada ketika sebelum perang, berhubung dengan hancurnya tiga negara imperialis besar Jerman, Italia, dan Jepang, berhubung dengan bangkrutnya ekonomi negara-negara imperialis di Eropa seperti Inggris dan Perancis, berhubung dengan bertambah tingginya prestise internasional dari Uni Soviet, berhubung dengan beberapa negeri Eropa Timur dan Asia melepaskan diri dari dunia kapitalis dan mendirikan negara-negara Demokrasi Rakyat, berhubung dengan bertambah menghebatnya perjuangan kemerdekaan Rakyat jajahan dan setengah jajahan untuk mengusir kekuasaan-kekuasaan asing dan untuk mendirikan negara nasional sendiri yang merdeka dan berdaulat.

Pembebasan diri beberapa negeri Eropa Timur dan Asia dari dunia kapitalis dan bertambah menghebatnya perjuangan kemerdekaan Rakyat jajahan dan setengah jajahan telah mempersempit pasar dunia kapitalis. Akibatnya, mereka kehilangan sumber-sumber bahan yang bukan kecil, kesempatan penjualan di pasar dunia makin bertambah jelek, dan industri-industri mereka terpaksa bekerja di bawah kapasitas. Keadaan ini lebih memperdalam krisis umum kapitalisme dunia.

Rakyat Indonesia juga ambil bagian yang penting dalam pergolakan besar dari tanah jajahan dan setengah jajahan sesudah perang, dengan memproklamasikan Republik Indonesia yang merdeka, yang kemudian diikuti oleh peperangan yang sengit melawan tentara Jepang, Inggris, dan Belanda yang mendapat bantuan sepenuhnya dari imperialisme Amerika.

Selama perang dunia berjalan, imperialisme Amerika dapat menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari darah dan jiwa berpuluh-puluh juta manusia yang menjadi korban selama perang. Oleh karena itulah, Amerika keluar dari perang dunia yang dahsyat itu sebagai negeri imperialis yang paling kaya, yang kemudian menyebabkan negara-negara imperialis lainnya terpakda tunduk di bawah kekuasaan dan pimpinan imperialisme Amerika.

Uni Soviet, pelopor dari kamp perdamaian dan Sosialisme, sekalipun menderita sangat banyak korban jiwa, putra-putranya yang terbaik dan korban harta benda selama perang, keluar dari kancah perang dunia ke-II dengan tenaga yang luar biasa besarnya sebagai negara yang mendapat kemenangan yang gilang-gemilang. Kekuatan tentara dan Rakyat Soviet, tidak hanya bisa mengusir dan membersihkan kaum fasis dari negeri sendiri, tetapi juga dengan gagah berani telah membebaskan negeri-negeri di Eropa Timur dan beberapa negeri di Asia, dan memberikan kepada negeri-negeri itu keleluasaan untuk berkembang menurut keinginan Rakyatnya masing-masing.

Jadi jelaslah, bahwa sesudah perang, dunia terbagi sebagai berikut: di satu pihak, bagian dunia yang terdiri dari negara-negara yang dikuasai oleh kaum imperialis dengan Amerika sebagai kepalanya. Di pihak lain, bagian dunia yang terdiri dari Uni Soviet dan negara-negara Demokrasi Rakyat di mana dinyatakan dalam undang-undang dan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa sumber segala kekuasaan ada pada Rakyat dan di mana kaum imperialis dan tuan tanah dianggap sudah tidak sah lagi. Ini ialah bagian dunia sosialis dan dunia Demokrasi Rakyat.

Sifat perkembangan di negeri-negeri kapitalis, yang dipelopori oleh Amerika Serikat, berlainan sekali dengan perkembangan di negeri sosialis dan di negeri-negeri Demokrasi Rakyat. Dunia kapitalis yang terdiri dari negeri-negeri imperialis dengan segenap jajahan dan daerah-daerah pengaruhnya yang dikuasai dan dipimpin oleh imperialisme Amerika, adalah masyarakat yang penuh dengan pertentangan-pertentangan dan permusuhan-permusuhan, baik permusuhan antara kaum kapitalis yang berkuasa dengan kaum buruh yang dihisap dan ditindas, permusuhan antara negeri imperialis dengan tanah-tanah jajahannya, maupun permusuhan antara kaum kapitalis sendiri satu sama lain. Di bagian dunia kapitalis ini, permusuhan-permusuhan itu sedang berjalan dengan hebatnya. Oleh karena itu, kekuatan dunia kapitalis bukannya kekuatan yang kokoh dan kompak berhubung dengan adanya pertentangan di kalangan imperialisme sendiri, pertentangan antara kekuatan imperialisme yang berkuasa dengan gerakan kaum buruh yang demokratis dan yang bersatu dengan kekuatan yang kompak dari dunia demokratis dalam kamp dunia antiimperialisme dan antiperang. Pertentangan dan permusuhan antara negara-negara imperialis satu sama lainnya lebih-lebih lagi melemahkan kamp dunia imperialisme dan perang. Salah satu bentuk pertentangan dan permusuhan antara negara-negara imperialis ialah perang imperialis yang membawa kemiskinan, kesengsaraan, dan kematian berjuta-juta manusia.

Dalam bukunya Masalah-Masalah Ekonomi Sosialisme di Uni Republik-Republik Soviet Sosialis, Jusuf Stalin membantah pendapat yang mengatakan bahwa yang menjadi basis hukum kapitalisme modern adalah keuntungan dalam ukuran biasa. “Itu tidak benar”, kata Stalin. “Bukan keuntungan dalam ukuran biasa, tetapi keuntungan maksimumlah yang dituntut oleh kapital monopoli, yang dibutuhkannya untuk sedikit atau banyak meluaskan produksinya.” Kapitalisme monopoli akan lebih cepat sampai pada kehancurannya, jika tidak ada jaminan mendapat keuntungan yang maksimum. Oleh karena itu, perjuangan untuk mendapat keuntungan yang maksimum adalah perjuangan hidup atau mati bagi imperialisme. Menurut Stalin, sifat-sifat dan syarat-syarat yang penting daripada hukum ekonomi yang pokok daripada kapitalisme modern dapat secara garis besar diformulasi sebagai berikut: “Jaminan keuntungan kapitalis yang maksimum dengan jalan eksploitasi, kerusakan, dan kemelaratan daripada sebagian besar dari Rakyat negeri yang bersangkutan, melalui perbudakan dan perampokan yang sistematis daripada Rakyat negeri-negeri lain, terutama negeri-negeri yang terbelakang, dan akhirnya dengan jalan peperangan dan militerisasi daripada ekonomi nasional yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya.

Sebaliknya dunia demokrasi tidak membutuhkan perang dan tidak mengandung benih-benih perang, ia maju terus atas dasar politik yang cinta damai. Uni Soviet dan seluruh dunia demokrasi tidak membutuhkan perang, tidak menghendaki, tidak mempunyai niat, dan tidak menyetujui perang, seperti yang dijelaskan oleh Kawan Malenkov di muka sidang Soviet Tertinggi dalam bulan Agustus 1953. Kawan Malenkov antara lain mengatakan: “Kita tetap berpegang teguh pada pendirian bahwa sekarang tidak ada pertikaian atau soal-soal yang belum diselesaikan, yang tidak bisa dipecahkan secara damai dengan persetujuan bersama antara negara-negara yang bersangkutan.” Selanjutnya dikatakannya: “Ini juga berlaku mengenai soal-soal yang bertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kita dulu berpendirian dan sekarang juga berpendirian perlunya kedua sistem hidup berdampingan secara damai. Kita berpendapat bahwa tidak ada dasar-dasar objektif yang mengharuskan adanya bentrokan-bentrokan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kepentingan keamanan kedua negara dan kepentingan keamanan internasional, kepentingan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet bisa dijamin atas dasar hubungan normal antara kedua negara.

Stalin dalam bukunya yang telah disebutkan di atas menyatakan, bahwa sifat-sifat dan syarat-syarat yang penting daripada hukum yang pokok daripada Sosialisme bisa secara garis besar diformulasi sebagai berikut: “Jaminan kepuasan secara maksimum daripada kebutuhan-kebutuhan materiil dan kultural yang terus-menerus meningkat daripada seluruh masyarakat melalui perluasan dan penyempurnaan produksi sosialis yang terus-menerus atas dasar teknik yang lebih tinggi.” Dengan formulasi ini, menjadi jelas bahwa Sosialisme tidak mengenal keuntungan maksimum bagi segolongan kecil manusia, tidak mengenal krisis, tidak mengenal perkembangan teknik yang terputus-putus berhubung dengan adanya krisis yang timbul periodik, tidak mengenal penghancuran tenaga-tenaga produktif daripada masyarakat yang juga disebabkan oleh krisis. Sosialisme hanya mengenal kepuasan maksimum mengenai kebutuhan-kebutuhan materiil dan kultural, hanya mengenal perluasan produksi yang tak terputus-putus dan kemajuan penyempurnaan produksi yang terus-menerus atas dasar teknik yang lebih tinggi.

Kenyataan internasional seperti tersebut di atas jelas menunjukkan adanya perjuangan sengit antara kekuatan reaksioner yang mempertahankan penindasan kapitalisme dan perang dengan kekuatan Rakyat sedunia yang memperjuangkan kemerdekaan nasional yang penuh bagi semua bangsa, memperjuangkan demokrasi, perdamaian, dan Sosialisme.

Propaganda palsu kaum imperialis dan kaki tangannya selalu memutarbalikkan kenyataan dan menggambarkan kenyataan dunia sekarang hanya berputar di sekitar “pertentangan antara Amerika dan Rusia yang tidak kenal damai”, seolah-olah yang berkepentingan dan terlibat dalam perjuangan ini hanya kedua negara besar itu saja dan seolah-olah Uni Soviet juga menjalankan politik imperialis seperti pemerintah Amerika Serikat. Inilah yang dipropagandakan oleh kaum sosialis kanan dan oleh kaum reaksioner lainnya di seluruh dunia, dan inilah juga yang dipropagandakan oleh kaum sosialis kanan Indonesia, oleh pemimpin-pemimpin Masyumi, dan oleh kaum reaksioner lainnya.

Kenyataannya adalah tidak seperti yang dipropagandakan oleh kaum reaksioner di dalam dan di luar negeri. Dari luar memang kelihatan seolah-olah hubungan antara Amerika dengan negeri-negeri kapitalis yang dikuasainya adalah berjalan dengan baik dan lancar saja. Tetapi kita akan salah jika kita hanya melihat dari luarnya saja, jika kita tidak melihat kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan yang ada di dalamnya. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Stalin, bahwa walaupun negeri Eropa Barat, Jepang, dan negeri-negeri kapitalis lainnya sudah jatuh ke dalam kekuasaan Amerika Serikat, tetapi adalah keliru sekali jika mengira bahwa negeri-negeri ini akan membiarkan saja kekuasaan dan tindasan yang terus-menerus dari Amerika Serikat, jika mengira bahwa mereka tidak akan mencoba melepaskan diri dari ikatan Amerika dan menempuh jalannya sendiri, jalan perkembangan yang bebas. Hal ini sudah dibuktikan dalam perkembangan sehari-hari daripada hubungan Amerika Serikat dengan negeri-negeri yang dikuasainya, yang makin hari makin tampak dan makin keras “pemberontakan-pemberontakan” negeri-negeri yang dikuasai dan dipimpin oleh Amerika terhadap Amerika sendiri. Ini bukti tentang tidak benarnya keterangan yang mengatakan bahwa tidak mungkin timbul perang antara negeri-negeri kapitalis sendiri. Secara teoritis, tentu saja pertentangan-pertentangan antara kaipitalisme dan sosialisme adalah lebih tajam daripada pertentangan-pertentangan antara negeri kapitalis. Ini adalah benar, sebelum maupun sesudah perang dunia kedua. Tetapi sejarah telah membuktikan kepada kita, bahwa perang dunia kedua tidak dimulai sebagai perang dengan Uni Soviet, tetapi dimulai sebagai perang antara negeri-negeri kapitalis.

Di dunia kapitalis tidak ada ketenteraman hidup karena pertentangan dan permusuhan kelas tidak menjamin adanya hidup tenteram dan damai bagi manusia. Penghisapan, penindasan, permusuhan, pengrusakan, dan perang adalah kenyataan-kenyataan yang spesifik daripada masyarakat dunia kapitalis. Sebaliknya, kemajuan yang terus-menerus dalam kekuatan ekonomi nasional dan dalam kehidupan materiil dan kultural daripada Rakyat adalah kenyataan-kenyataan yang spesifik daripada dunia Sosialis dan Demokrasi Rakyat. Saling membantu secara jujur dan persamaan hak antara bangsa-bangsa, dan persatuan yang kokoh antara pemerintah dan Rakyatnya, membikin dunia Sosialis dan Demokrasi Rakyat menjadi benteng raksasa yang tidak mungkin dihancurkan.

Terbaginya dunia dalam dua kamp, yaitu kamp kapitalis di satu pihak dank amp Sosialis dan Demokrasi Rakyat di pihak lain, berarti juga adanya dua macam kesatuan ekonomi dan dua macam pasar dunia. Di satu pihak, pasar dunia kapitalis yang terdiri dari negara-negara imperialis dengan daerah pengaruhnya dan negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan yang dikuasainya, dan di pihak lain pasar dunia demokratis yang terdiri dari Uni Soviet, RRT, dan negara-negara Demokrasi Rakyat lainnya.

Kedua pasar di atas mempunyai sifat dan perkembangannya sendiri.

Pasar dunia kapitalis makin lama makin dikuasai oleh imperialisme Amerika yang paling kaya dan oleh karena itu paling kuasa. Dengan jalan menekan atau mematikan imperialisme negeri-negeri lain dan dengan memperhebat penghisapan dan penindasan terhadap kaum buruh dan Rakyat di negeri-negeri imperialis lainnya, kaum imperialis Amerika berusaha untuk lebih memperkaya diri lagi. Apa yang dinamakan “bantuan” oleh Amerika kepada negeri-negeri yang ekonominya lemah, tidak menimbulkan kerja sama yang baik antara Amerika dengan negeri-negeri yang “dibantu”, tetapi sebaliknya malahan menimbulkan perlawanan dan “pemberontakan”. Seorang anti-Komunis seperti Clement Attlee, pemimpin Partai Buruh Inggris, menentang politik “bantuan” Amerika dengan slogannya “Dagang, bukan bantuan” (“Trade, not aid”). Slogan Attlee bukan ditimbulkan oleh karena persetujuannya pada politik Komunis yang melawan politik “bantuan” Amerika, tetapi adalah semata-mata timbul karena kepentingan ekonomi imperialisme Inggris sendiri, yang oleh politik “bantuan” Amerika mendapat tekanan-tekanan yang keras sehingga tidak bisa berkembang dengan bebas.

Apa yang dinamakan “bantuan” Amerika itu bukanlah untuk memulihkan ekonomi damai, ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup Rakyat daripada negeri yang menerima “bantuan” itu, akan tetapi digunakan untuk memperluas ekonomi perang dan pembikinan alat-alat pembunuh secara besar-besaran. Bukan itu saja! Dengan “bantuan” itu, Amerika menguasai negeri-negeri yang “dibantu”, bukan saja menguasai lapangan ekonomi dan politik, tetapi juga militer. Pengangguran, kenaikan harga barang-barang, kenaikan pajak, merosotnya upah riil, dan lain-lain adalah kejadian-kejadian yang lumrah dan merajalela dalam dunia imperialis.

Sebaliknya daripada apa yang terjadi dalam kamp kapitalisme, kerja sama yang jujur dan sukarela antara semua bangsa di lapangan kebudayaan dan perdagangan, di lapangan pembangunan ekonomi nasional masing-masing negeri, makin lama bertambah erat sehingga makin memperkokoh dan menguatkan persekutuan lahir dan batin antara negara-negara dari kamp Sosialis dan Demokrasi Rakyat.

Imperialisme Amerika, dengan politik embargo dan blokadenya melarang negeri-negeri dari dunia kapitalis untuk mengadakan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan dunia Sosialis dan Demokrasi Rakyat. Sebaliknya, Uni Soviet dan negara-negara Demokrasi Rakyat mengambil tindakan-tindakan yang nyata untuk memperbaiki kembali dan memperluas hubungan dagang internasional yang normal dengan semua negeri manapun juga, termasuk dengan Amerika Serikat. Amerika takut adanya persaingan secara damai, dan oleh karena itu terus-menerus melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap negeri-negeri yang dikuasainya dan terus-menerus memprovokasi timbulnya perang dunia baru.

Demikianlah perkembangan dunia sesudah perang dunia ke-II, perkembangan yang sudah terang tidak menguntungkan kaum kapitalis monopoli dan seluruh kaum reaksi, tetapi sebaliknya, sangat menguntungkan gerakan kemerdekaan Rakyat, gerakan demokrasi dan perdamaian.

2. Beberapa Kemenangan Besar daripada Keinginan Damai Umat Manusia atas Kaum Agresor

Dalam keadaan sekarang situasi internasional sangat dikarakterisasi oleh kemenangan-kemenangan besar dari Uni Soviet, dari RRC dan dari seluruh kamp perdamaian dan demokrasi dalam perjuangan untuk meredakan keadaan internasional yang tegang, untuk perdamaian, dan untuk mencegah perang dunia baru.

Rakyat di seluruh dunia menyambut dengan gembira gencatan senjata di Korea sebagai hasil pekerjaan perdamaian yang sudah lebih dari tiga tahun. Ini adalah suatu kemenangan besar daripada gerakan perdamaian sedunia, satu kemenangan dari keinginan damai dari berjuta-juta Rakyat yang sudah demikian besar kekuasaannya sehingga dapat memaksa kaum agresor menghentikan perbuatan-perbuatannya yang di luar batas perikemanusiaan. Dengan ini, keinginan imperialisme Amerika untuk menundukkan Rakyat Korea yang gagah berani menjadi impian kosong belaka. Perjuangan Rakyat Korea terhadap kaum intervensionis dan orang-orang sewaan klik Syngman Rhee telah menunjukkan bahwa kesetiaan kepada kemerdekaan nasional dan perdamaian dari sesuatu negeri telah melahirkan kekuatan raksasa, melahirkan keberanian dan heroisme yang meliputi massa yang sangat luas. Rakyat Korea telah menarik perhatian seluruh dunia kemanusiaan untuk berdiri di pihaknya. Sangat mengharukan dan tak mungkin dilupakan oleh sejarah umat manusia tentang kekesatriaan dan keperwiraan Tentara Sukarela Tiongkok yang berjuang mati-matian dan dengan gagah berani untuk kemerdekaan tanah air tetangganya dan untuk perdamaian dunia.

Bersama-sama dengan Rakyat seluruh dunia, Rakyat Indonesia menyambut gencatan senjata di Korea dengan penuh rasa kegembiraan dan penuh rasa terima kasih dan rasa hormat kepada Rakyat Korea, kepada Tentara Rakyat Korea dan Tentara Sukarela Tiongkok. Pidato Profesor Dr. Priyono dan pidato beberapa pemuka Rakyat lainnya pada malam Menyambut Gencatan Senjata di Korea dalam bulan Agustus 1953, adalah pernyataan rasa gembira, rasa terima kasih, dan rasa hormat Rakyat Indonesia kepada Rakyat Korea. Sebagaimana juga di negeri-negeri lain, di Indonesia hanya kaum reaksioner yang sangat jahat yang tidak ikut bergembira dengan tercapainya gencatan senjata di Korea.

Dengan kemenangan gemilang dari dunia damai di front Korea, Kawan Malenkov antara lain berkata dalam sidang Soviet Tertinggi dalam bulan Agustus 1953: “Kami, Rakyat Soviet, mengharap dengan sangat agar kehidupan Rakyat Korea yang gagah berani bisa berkembang dalam keadaan damai. Uni Soviet akan membantu Rakyat Korea untuk menyembuhkan luka yang berat yang disebabkan oleh perang. Pemerintah sudah memutuskan untuk memberikan satu milyar rubel (1.000.000.000 rubel; 1 rubel sama dengan kira-kira 3 rupiah) untuk membangunkan kembali ekonomi Korea yang rusak.” Sebagaimana kita ketahui usul pemerintah Uni Soviet ini diterima dengan suara bulat oleh Soviet Tertinggi.

Apa yang terjadi di Korea adalah kejadian di bagian Timur dari dunia.

Di bagian Barat dari dunia, keinginan damai juga telah mendapat kemenangan dengan menggagalkan avontur provokatif dari imperialisme Amerika di Berlin dalam bulan Juni 1953. Organisator-organisator dari perbuatan provokatif di Jerman bertujuan menghancurkan kekuatan demokrasi di Jerman, menghancurkan benteng kekuatan cinta damai dari Rakyat Jerman, yaitu Republik Demokrasi Jerman. Mereka mau mengembalikan Jerman menjadi Jerman di zaman Hitler, menjadikan Jerman suatu negara militer dan menghidupkan kembali biang keladi peperangan di jantung Eropa. Hal ini tidak boleh terjadi, oleh karena itu ia harus ditindas dan akhirnya memang dapat ditindas. Kalau tidak segera ditindas maka kejadian di Berlin akan mempunyai akibat internasional yang besar dan akan membawa bencana, tidak hanya bagi Rakyat Jerman, tetapi juga bagi seluruh dunia. Kejadian di Berlin bulan Juni 1953 hanyalah satu cara imperialisme Amerika memprovokasi perang baru.

Makin banyak kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai oleh gerakan demokrasi dan perdamaian untuk meredakan kegentingan internasional, makin terjepitlah kedudukan kaum penghasut-penghasut perang dan ini membikin mereka makin bertambah mata gelap. Dengan segenap kekuatannya, mereka mencoba menggagalkan usaha-usaha untuk meredakan kegentingan internasional. Inilah yang menjadi sebab mengapa gencatan senjata di Korea tadinya terus-menerus diundur, yang menjadi sebab diciptakannya batu loncatan perang dunia baru di Jerman dan di Jepang, yang menyebabkan terjadinya coup atau percobaan coup di beberapa negeri, yang menyebabkan provokasi-provokasi di negeri-negeri yang termasuk kamp demokrasi dan yang menyebabkan digunakannya politik bom atom yang bersifat santase (pemerasan).

Golongan agresor dengan keras melawan tiap-tiap usaha untuk meredakan kegentingan internasional. Mereka takut pada keredaan internasional, karena jika ini terjadi maka mereka akan terpaksa mengurangi perdagangan senjata mereka yang memberi keuntungan luar biasa pada raja-raja meriam mereka. Mereka takut kehilangan keuntungan mereka yang luar biasa besarnya.

Untuk mencegah keredaan kegentingan internasional, Amerika tidak hanya tidak menarik kembali tentaranya dari daerah-daerah yang didudukinya, seperti Jerman, Austria, Jepang, Korea Selatan, dan sebagainya, tetapi juga malahan memperkuat pendudukannya di negeri-negeri tersebut dan menempatkan pasukan-pasukannya di negara-negara seperti Inggris, Perancis, dan negara-negara Eropa Barat lainnya. Amerika berbuat bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Piagam PBB, perjanjian Potsdam, dan perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang dimaksudkan untuk memperkokoh perdamaian. Lebih jauh lagi, Amerika malahan terang-terangan melanggar semua perjanjian perdamaian dengan mendirikan blok-blok agresif seperti blok Pakta Atlantik (NATO) yang dimaksudkan untuk mempersiapkan agresi baru terhadap Uni Soviet, seperti apa yang mereka namakan “Masyarakat Pertahanan Eropa” dengan “Tentara Eropa”-nya yang dimaksudkan untuk menghidupkan kembali tentara fasis Jerman bagi keperluan agresinya di Eropa, dan seperti ANZUS dan Pakta Pasifik yang dimaksudkan semacam NATO bagi daerah Asia. Semua blok itu dinyatakan kepada dunia sebagai blok-blok yang mempunyai tujuan defensive, tetapi yang sebenarnya adalah merupakan pengkhianatan yang besar terhadap perdamaian. Kegiatan Amerika tampak di front Vietnam dengan menjual senjatanya kepada imperialisme Perancis untuk membunuh Rakyat Vietnam yang cinta damai. Kegiatan-kegiatan Amerika di Iran telah menimbulkan ketegangan yang besar di dalam negeri Iran, dan akhirnya menimbulkan perebutan kekuasaan oleh agen imperialis Amerika, seorang penganut fasisme, Fazlollah Zahedi. Peristiwa ini terjadi ketika sedang ada pembicaraan antara pemerintah Uni Soviet dengan pemerintah Mossadeq. Kawan Malenkov dalam pidatonya di muka Soviet Tertinggi dalam bulan Agustus 1953 antara lain mengatakan tentang ini: “Kami harap pembicaraan ini akan berhasil. Tidak berapa lama yang lalu telah tercapai persetujuan yang saling menguntungkan dalam soal memajukan perdagangan antara kedua negeri. Adalah bergantung kepada pemerintah Iran apakah hubungan Soviet – Iran akan maju melalui jalan hubungan tetangga yang baik, jalan perluasan hubungan ekonomi dan kebudayaan.” Takut akan adanya hubungan sukarela antara kedua bangsa ini, pemerintah Amerika menyiapkan dan akhirnya memerintahkan perebutan kekuasaan.

Menjadi jelaslah sekarang, bahwa di samping kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kekuatan perdamaian dunia, bekerjalah satu kekuatan lain untuk mempertegang situasi internasional guna kepentingan beberapa gelintir raja-raja meriam dan avonturir-avonturir politik internasional. Mereka melihat keredaan kegentingan internasional sebagai suatu bencana bagi dirinya. Mereka memilih jalan avontur dan melanjutkan politiknya yang agresif. Provokasi-provokasi internasional dan apa yang dinamakan “siasat perang dingin” dan segala macam lagi adalah untuk mengabdi politik ini. 

Dalam pidatonya di muka Soviet Tertinggi dalam bulan Agustus 1953, Kawan Malenkov berhubung dengan kegiatan kekuatan-kekuatan agresif sekarang ini, antara lain mengatakan: “Sejarah hubungan internasional belum pernah mengenal aktivitas subversif yang demikian luasnya, campur tangan yang begitu kasar dalam soal-soal intern negara-negara dan provokasi yang begitu sistematis sebagaimana yang sekarang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan agresif.”

Demikianlah secara singkat keadaan internasional pada saat-saat yang terakhir ini. Perkembangan keadaan internasional pada saat-saat yang terakhir ini adalah sangat baik bagi kemajuan demokrasi dan perdamaian, tetapi di samping itu kekuatan reaksioner terus-menerus dan dengan segenap tenaganya berusaha untuk mencegah perkembangan ke arah yang sehat ini. Keadaan ini mengharuskan kita untuk lebih waspada lagi. Kita harus ingat, bahwa musuh-musuh Rakyat dan musuh-musuh kemanusiaan tidak akan menyerah secara sukarela, sebaliknya, mereka akan meneruskan pekerjaannya yang anti-Rakyat dan antidamai yang keji dan jahat. Mereka tidak segan-segan untuk mengadakan teror dan provokasi dan untuk mengulanginya berkali-kali seperti yang telah terjadi dengan provokasi fasis di Berlin dalam bulan Juni 1953 dan seperti yang banyak mereka lakukan untuk mengacaukan ekonomi dan hidup damai Rakyat Uni Soviet dan negara-negara Demokrasi Rakyat. Kekejian dan kejahatan mereka dibuktikan oleh perbuatan agen-agen imperialis Amerika seperti Tito di Yugoslavia, Rajk di Hongaria, Slanski di Cekoslovakia, Gomulka di Polandia, Kostov di Bulgaria, dan banyak lagi perbuatan-perbuatan mereka yang keji dan kotor. Belakangan ini agen terbesar dari imperialisme dunia, yaitu pengkhianat Beria, telah terbongkar rahasianya beserta kaki tangannya yang tersebar di mana-mana. Di mana-mana, perbuatan agen-agen imperialis yang jahat ini dapat dilikuidasi. Berhasilnya pekerjaan melikuidasi perbuatan kaum pengkhianat ini merupakan pukulan besar bagi kaum imperialis, berarti kaum imperialis kehilangan kakitangannya yang penting. Semuanya harus menjadi peringatan bagi gerakan Rakyat, nasional maupun internasional.

Kaum reaksi yang di mana-mana berada dalam keadaan terjepit tidak bisa mengambil jalan lain, kecuali jalan intimidasi, provokasi, sabot, santase, teror, dan akhirnya coup d’état. Ini kita lihat di luar negeri dan kita lihat di Indonesia sendiri. Oleh karena itulah semuanya bukan soal teoritis lagi bagi Rakyat Indonesia, tetapi sudah menjadi soal praktis.

3. Perjuangan Rakyat Indonesia untuk Perdamaian

Keadaan internasional seperti tersebut di atas meletakkan kewajiban yang berat di atas pundak tiap-tiap bangsa yang cinta demokrasi dan perdamaian, jadi juga di atas pundak Bangsa Indonesia.

Rakyat Indonesia tidak boleh bersikap “netral” terhadap soal damai dan perang. Sikap “netral” adalah menguntungkan penghasut-penghasut perang dan melemahkan perjuangan untuk perdamaian, karena dengan bersikap “netral” kita tidak mungkin memobilisasi massa untuk menentang perang dan membela perdamaian dengan mati-matian.

Di Indonesia ada dua macam sikap “netral” atau “bebas” terhadap kekuatan perdamaian yang dipelopori oleh Uni Soviet dan kekuatan yang hendak menimbulkan perang dunia yang baru yang dipelopori oleh imperialisme Amerika Serikat.

Sikap “netral” atau “bebas” yang pertama ialah yang dilakukan dengan sadar untuk menipu oleh agen-agen imperialis, seperti oleh pemimpin-pemimpin sosialis kanan dan pemimpin-pemimpin Masyumi. Mereka mengetahui, bahwa mereka akan mendapat tentangan yang keras dari Rakyat Indonesia, jika mereka terang-terangan menyetujui perang dan terang-terangan memihak Amerika Serikat. Oleh karena itu, mereka memakai kedok “netral” atau “bebas”. Pemimpin-pemimpin Masyumi Sukiman-Subarjo-Wibisono yang melakukan Razia Agustus atas perintah imperialisme Amerika mencantumkan dalam program pemerintahnya politik luar negeri yang “bebas”. Demikian juga kaum sosialis kanan ngomong tentang politik “netral”, politik “bebas”, atau politik “kekuatan ketiga” untuk menutupi pengabdiannya yang setia kepada imperialisme. Makin lama makin jelas bagi Rakyat Indonesia apa artinya politik luar negeri yang “netral” atau “bebas” daripada pemimpin-pemimpin PSI, Masyumi, dan pemimpin-pemimpin reaksioner lainnya. Sikap “netral” atau “bebas” semacam ini harus kita telanjangi dan kita kupas maksud-maksud yang sesungguhnya, agar tidak menjadi racun bagi Rakyat.

Sikap “netral” atau “bebas” yang kedua ialah sikap dari orang-orang yang karena tidak mengerti, karena naif, mengira bahwa ada kekuatan gaib yang bisa berdiri di antara damai dan perang. Golongan yang bersikap “netral” atau “bebas” karena tidak mengerti atau karena naif itu sangat banyak di kalangan bangsa kita, juga banyak terdapat di kalangan Rakyat biasa. Terhadap golongan yang tidak mengerti atau naif ini, kaum Komunis harus bersikap sabar dalam meyakinkan mereka. Kita harus menyakinkan mereka, bahwa sikap mereka yang bimbang adalah merugikan perdamaian dan merugikan Indonesia. Dengan sikap bimbang, kekuatan raksasa daripada Rakyat tidak mungkin dibangunkan untuk membela perdamaian dunia dan membela suasana damai di Indonesia. Tiap-tiap akibat sikap mereka yang bimbang yang sudah terbukti merugikan perdamaian dunia dan merugikan suasana damai di Indonesia harus segera dikupas dan sikap mereka yang ternyata keliru itu harus dikritik.

Politik perdamaian, sebagaimana dikatakan oleh Kawan Malenkov, sekali-kali bukanlah soal “taktik” atau “manuver diplomatik”, melainkan garis umum kita di lapangan politik luar negeri, jadi satu-satunya garis yang benar bagi Partai kita di saat sekarang dan seterusnya.

Apakah tujuan gerakan perdamaian itu? Jusuf Stalin dalam bukunya Masalah-Masalah Ekonomi Sosialisme di Uni Republik-Republik Soviet Sosialis menjelaskan bahwa “tujuan gerakan perdamaian sekarang ini ialah membangkitkan massa Rakyat untuk berjuang guna memelihara perdamaian dan mencegah perang dunia yang lain”, dan bahwa “tujuan gerakan ini bukanlah untuk menumbangkan kapitalisme dan mendirikan Sosialisme -- ia membatasi diri kepada tujuan demokratis untuk memelihara perdamaian”. Maka itu gerakan perdamaian mesti merupakan gerakan yang seluas-luasnya, yang meliputi seluas-luasnya golongan dari aliran dan kepercayaan apapun.

Dalam hubungan dengan membela perdamaian dunia kita harus insaf, bahwa bahaya perang lebih mengancam Indonesia daripada mengancam Uni Soviet dan negeri-negeri Demokrasi Rakyat, karena dalam menyiapkan kekuatan perangnya, imperialisme Amerika berkepentingan terlebih dulu untuk menguasai negeri-negeri lain yang lemah. Maka itu gerakan perdamaian adalah pertama-tama untuk kita sendiri, untuk Indonesia dan Rakyat Indonesia.

Di atas segala-galanya, Rakyat Indonesia harus dengan sekuat tenaga mencegah timbulnya bahaya perang yang baru. Kita harus mencegah Indonesia terseret ke dalam peperangan. Kita harus berpegang teguh pada prinsip, bahwa tidak ada persoalan dan pertikaian internasional yang tidak dapat diselesaikan secara damai dengan perundingan antara negara-negara yang bersangkutan.

Dalam hubungan dengan membela perdamaian dunia, kita harus meluaskan dan mengonsolidasi perdamaian yang telah tercapai di Korea dengan menuntut supaya semua tentara asing yang ada di wilayah Korea ditarik dan supaya seluruh wilayah Korea dipersatukan secara damai menjadi satu negara di bawah pimpinan satu pemerintah nasional Korea yang demokratis. Kita harus memperjuangkan supaya apa yang sudah tercapai di Korea juga dilaksanakan di front Vietnam, agar seluruh Rakyat Vietnam yang cinta damai dapat hidup bebas dan sejahtera.

Dalam hubungan dengan membela perdamaian dunia, kita harus menentang dan mencegah timbulnya kembali militerisme Jepang dan Jerman yang sekarang sedang dibangunkan oleh imperialisme Amerika. Dalam menentang timbulnya kembali militerisme di Jepang, kita menyatakan diri bersatu dengan Rakyat Jepang yang menentang pendudukan tentara Amerika di tanah airnya, yang berjuang untuk melepaskan diri dari ikatan politik dan ekonomi dari imperialisme Amerika, untuk mengadakan hubungan diplomatik dan hubungan dagang yang normal dengan semua negeri, terutama dengan Uni Soviet dan RRC, yang sangat penting bagi kehidupan ekonomi Jepang, untuk mencapai kemerdekaan yang penuh bagi Jepang. Untuk mencegah timbulnya kembali militerisme di Jerman, seluruh wilayah dan Rakyat di Jerman harus dipersatukan secara damai dalam satu Negara Jerman yang demokratis dengan satu pemerintah nasional dari Bangsa Jerman sendiri sonder campur tangan negara asing manapun juga. Dengan Negara Jerman yang demokratis ini harus segera diadakan perjanjian perdamaian yang sudah delapan tahun terus-menerus ditunda-tunda saja oleh politik imperialisme Amerika di Jerman. Dengan demikian, Bangsa Jerman akan menempati tempat yang sewajarnya dalam pergaulan bangsa-bangsa yang demokratis dan cinta damai.

Dalam hubungan dengan membela perdamaian dunia, Indonesia harus memperjuangkan terselenggaranya hubungan dagang internasional yang normal dan bebas antara Barat dan Timur, antara semua negara di dunia berdasarkan persamaan dan saling menguntungkan serta sonder campur tangan dalam soal-soal intern negara lain. Untuk memperkuat hubungan persaudaraan dalam suasana damai antara bangsa-bangsa, pertukaran delegasi-delegasi Rakyat antara negara-negara mesti diperbanyak.

Dalam hubungan dengan membela perdamaian dunia, Rakyat Indonesia harus menyokong tiap-tiap perjuangan Rakyat untuk mencapai kemerdekaan yang penuh seperti yang dilakukan oleh Rakyat Malaya, Filipina, Birma, Siam, India, Maroko, Tunisia, Kenya, Iran, dan lain-lain, karena kemerdekaan nasional tiap-tiap bangsa adalah mempunyai arti yang penting bagi perdamaian dunia dan bagi Indonesia sendiri.

Dalam hubungan dengan membela perdamaian dunia, kita harus menentang keras politik Belanda yang tidak tahu malu terhadap Irian Barat, wilayah yang sah dari Republik Indonesia. Laporan tahunan Kementerian Luar Negeri Belanda dan keterangan Ratu Juliana yang disampaikan dalam pembukaan parlemen Belanda tanggal 15 September 1953 menyatakan, bahwa pemerintah Belanda tidak melihat faedahnya untuk memulai lagi perundingan dengan Indonesia mengenai status Irian Barat. Dengan perkataan lain, pemerintah Belanda tidak lagi menganggap Irian Barat sebagai daerah sengketa antara Belanda dan Indonesia. Ini adalah bukti yang senyata-nyatanya bahwa imperialisme Belanda seenaknya saja melanggar perjanjian yang sudah dibikinnya dengan Indonesia, bahwa imperialisme Belanda dengan bantuan sepenuhnya dari imperialisme Amerika tetap mau meneruskan kolonialisme model lama di Irian Barat. Padahal bagi Indonesia, jika Belanda terus berkuasa di Irian Barat adalah merupakan ancaman pistol yang terus-menerus ditujukan kepada Republik Indonesia.

Pelaksanaan daripada semua tindakan-tindakan ke arah perdamaian akan lebih mudah apabila badan internasional PBB selekasnya dapat dipulihkan kembali kepada fungsinya yang semestinya seperti yang tersebut dalam Piagam Bangsa-Bangsa. Badan internasional ini harus bisa kembali menjadi alat dan tempat untuk menyelesaikan semua persoalan dan pertikaian internasional secara damai. Praktik sampai sekarang, di mana PBB praktis menjadi embel-embel dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, harus dihentikan selekas-lekasnya. Seorang anggota parlemen Inggris dari Partai Buruh, D. Jay namanya, karena melihat kedudukan PBB yang dikangkangi oleh Amerika, telah mengatakan kepada koresponden AFP, dalam hubungan dengan gencatan senjata di Korea dan pemasukan RRC ke dalam PBB, bahwa “Rakyat Inggris umumnya telah memutuskan untuk tidak ikut serta dalam suatu peperangan umum melawan RRC. Mereka menghendaki agar PBB menjadi mimbar untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian dan untuk mempertegak hukum, tapi bukan untuk menjadi ‘club anti-Komunis’” (berita AFP tanggal 17 September 1953). Ucapan anggota Partai Buruh ini tidak boleh kita pandang sebagai persetujuannya kepada Komunisme, tetapi semata-mata didorong oleh keadaan ekonomi di Inggris yang makin lama makin bangkrut karena ditekan terus-menerus oleh Amerika. Syarat yang penting bagi PBB, jika ia hendak kembali kepada kedudukannya yang semestinya, yang sesuai dengan Piagam Bangsa-Bangsa, ialah memberikan kedudukan yang sewajarnya sebagai anggota PBB kepada RRC yang mewakili lebih dari 600 juta manusia, dan mengeluarkan klik Kuomintang yang sampai sekarang dengan tidak sah duduk dalam badan internasional itu.

Satu faktor yang menentukan bagi terlaksananya semua cita-cita umat manusia ialah, jika mengenai semua soal internasional ada kata sepakat antara negara-negara besar Amerika Serikat, Uni Soviet, RRC, Inggris, dan Perancis. Oleh karena itu, perjuangan untuk mencapai Pakta Perdamaian antara Lima Besar adalah perjuangan yang penting dan bersifat menentukan.

Rakyat Indonesia akan mendapat manfaat yang besar jika pemerintah Indonesia —yang sekarang sampai batas-batas tertentu mendapat sokongan Rakyat— konsekuen menjalankan politik perdamaian dan konsekuen menjalankan “good neighbour policy” (politik hubungan baik dengan negeri tetangga) yang telah dipraktikkan dengan Filipina, Birma, India, dan lain-lain, serta juga meluaskan prinsip ini dengan tetangga kita yang besar, yaitu RRC, dan dengan tetangga kita yang gagah berani Republik Demokrasi Rakyat Korea dan Republik Demokrasi Vietnam. Pelaksanaan dari politik luar negeri ini hanya akan menguntungkan Rakyat Indonesia dan menempatkan Republik Indonesia pada tempatnya yang terhormat dalam pergaulan dan hubungan internasional.

Kewajiban Partai di Lapangan Politik Luar Negeri Sekarang adalah Sebagai Berikut:

            1) Melanjutkan perjuangan untuk perdamaian, untuk mencegah timbulnya perang dunia yang baru dan memperjuangkan supaya semua pertikaian internasional diselesaikan dengan perundingan secara damai; memperjuangkan adanya kerja sama antara Indonesia dengan semua negeri yang cinta damai dengan tujuan mempertahankan perdamaian dan mencegah peperangan.

            2) Memperjuangkan adanya kerja sama di lapangan ekonomi dan kebudayaan antara Indonesia dengan semua negara atas dasar saling menguntungkan dan persamaan sepenuhnya; menyokong tiap-tiap perjuangan Rakyat untuk kemerdekaan nasional yang penuh.

            3) Ikut mengonsolidasi kemenangan perdamaian di Korea dan memperjuangkan agar gencatan senjata yang sudah tercapai di front Korea juga tercapai di front Vietnam; menentang timbulnya militerisme di Jepang dan Jerman dan melawan provokasi-provokasi untuk menimbulkan perang baru di Jerman.

            4) Memperjuangkan supaya kedudukan PBB sesuai dengan Piagam Bangsa-Bangsa, yaitu sebagai alat umat manusia untuk perdamaian; memperjuangkan masuknya RRC sebagai anggota PBB, dan memperjuangkan tercapainya Pakta Perdamaian antara Lima Besar (Amerika Serikat, Uni Soviet, RRC, Inggris, dan Perancis).

            5) Memperjuangkan pembatalan perjanjian-perjanjian dan persetujuan-persetujuan yang diadakan antara Indonesia dengan negara-negara lain yang merusak kemerdekaan dan suasana damai di Indonesia.

 

II

Situasi Dalam Negeri Indonesia

1. Indonesia Setengah Jajahan Membawa Akibat Krisis Ekonomi yang Terus-Menerus. Jalan untuk Mengatasinya ialah Melikuidasi Keadaan Setengah Jajahan dan Menggantikannya dengan Sistem Demokrasi Rakyat

Sudah tiga setengah tahun PKI menerang-nerangkan kepada Rakyat dengan terus-menerus dan dengan tidak jemu-jemunya, bahwa persetujuan KMB yang dibikin oleh Hatta dan Sultan Abdul Hamid dengan pemerintah Belanda adalah persetujuan kolonial, persetujuan yang tidak dibikin atas dasar kedudukan yang sama antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda.

Pada permulaannya, banyak orang yang percaya pada Hatta yang mengatakan, bahwa persetujuan KMB berarti “lenyapnya kekuasaan kolonial atas Indonesia”. Tetapi lama-kelamaan tipu daya kaum imperialis dan kaum reaksioner dalam negeri ini terbongkar juga, berkat penerangan-penerangan yang diberikan oleh kaum Komunis dan oleh golongan-golongan demokratis lainnya dan berkat pengalaman Rakyat sendiri yang pahit menanggung akibat persetujuan KMB. Akhirnya seluruh bangsa mengetahui, bahwa “penyerahan kedaulatan” yang diberikan berdasarkan persetujuan KMB oleh Kerajaan Belanda kepada Indonesia adalah hanya lamunan belaka, adalah sandiwara sebesar-besarnya yang pernah terjadi dalam sejarah Bangsa Indonesia.

Dengan persetujuan KMB, imperialisme Belanda berhasil dalam mempertahankan pengawasannya di Indonesia, Indonesia menjadi anggota dari apa yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda. Politik luar negeri dan perdagangan luar negeri Indonesia dikontrol oleh Pemerintah Belanda. Irian Barat, bagian yang sah dari Republik Indonesia, masih sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Sumber-sumber ekonomi yang penting tetap dalam kekuasaan negeri-negeri imperialis. Pegawai-pegawai sipil dan militer Belanda masih tetap mengontrol alat-alat negara dan tentara Indonesia.

Persetujuan KMB telah membikin Indonesia yang merdeka dan berdaulat menjadi negeri setengah jajahan, yaitu negeri yang kelihatannya mempunyai “hak memerintah diri sendiri”, tetapi dalam kenyataannya, kekuasaan yang sesungguhnya, terutama kekuasaan di lapangan ekonomi, masih tetap di tangan kaum imperialis, terutama kaum imperialis Belanda.

Bermacam-macam demagogi oleh kaum reaksioner telah dilakukan untuk mengabui mata Rakyat, antara lain demagogi tentang pembangunan, industrialisasi, dan kesejahteraan negeri. Semuanya ini adalah demagogi, omong besar tetapi tidak ada buktinya, selama ekonomi Indonesia masih dikuasai oleh kaum kapitalis monopoli asing. Dengan demagogi ini, Indonesia bukannya makin dekat kepada pembangunan, industrialisasi, dan kesejahteraan, tetapi makin lama makin jauh. Malahan sebaliknya, Indonesia sekarang berada di dalam cengkeraman krisis ekonomi yang terus-menerus dan sudah dekat pada keruntuhannya.

Bahwa Indonesia berada di dalam cengkeraman krisis ekonomi, ini dibuktikan oleh angka-angka pemerintah sendiri dan oleh kenyataan-kenyataan di dalam masyarakat. Pemerintah Ali Sastroamijoyo, yang memikul akibat politik ekonomi dan keuangan dari pemerintah Hatta, Natsir, Sukiman, dan yang terakhir politik Sumitro ketika kabinet Wilopo, menerangkan dalam jawaban pemerintah kepada parlemen pada tanggal 2 September 1953, bahwa ketekoran (defisit) untuk 7 bulan pertama tahun 1953 sudah berjumlah sampai 1.600 juta rupiah. Menurut taksiran pemerintah Ali Sastroamijoyo, untuk tahun 1953 kekurangan anggaran belanja akan berjumlah lebih kurang 2.500 juta rupiah. Jumlah ini hampir sama besarnya dengan jumlah yang harus dibayar ke luar negeri untuk “jasa-jasa” (invisibles), yaitu untuk tahun 1953 melebihi 2.300 juta rupiah. Sebagian besar dari jumlah ini merupakan pembayaran untuk modal asing yang ditanam di waktu yang lampau, demikian pengakuan pemerintah Ali Sastroamijoyo. Pembayaran “jasa-jasa” ke luar negeri yang besar jumlahnya pada waktu sekarang, menurut pemerintah Ali Sastroamijoyo sendiri, adalah sebagai akibat dari struktur ekonomi Indonesia sekarang dan sebagai akibat dari politik penanaman modal asing (foreign investment policy) di zaman kolonial, yang sampai sekarang masih berlaku. Di samping ketekoran anggaran belanja Republik Indonesia yang besar, dengan berbagai jalan modal monopoli asing menggondol keuntungan yang luar biasa besarnya ke luar negeri!

Mengenai ekspor dikatakan oleh pemerintah Ali Sastroamijoyo, bahwa kemundurannya di tahun 1953 tidak disebabkan oleh jumlah volume ekspor, akan tetapi disebabkan oleh jumlah harganya. Jadi ekspor tetap besar, tetapi yang merosot ialah harganya. Ini disebabkan oleh politik menekan harga dari imperialisme Amerika dengan melalui politik pembeli tunggal (single buyer), politik blokade dan embargo. Jumlah volume ekspor Indonesia, dan bersamaan dengan itu juga dengan sendirinya jumlah harga barang-barang yang diekspor, bisa berlipat ganda lebih besar jika Indonesia bebas dalam menentukan hubungan dagang dengan luar negeri, jika Indonesia tidak terikat oleh politik blokade dan embargo Amerika. Sebagai contoh sangat mencolok sekali diktator harga dari Amerika dengan lewat Rubber Study Group yang dengan tidak tahu malu menetapkan, bahwa untuk harga karet baru dapat diharapkan perbaikan harga dalam tahun 1957. Padahal, di luar pasar blok Amerika ada negeri-negeri yang bersedia membeli karet Indonesia dan karet negeri-negeri lain dengan harga yang pantas.

Juga politik impor sangat merugikan ekonomi nasional, berhubung politik imperialisme Amerika yang memaksa Indonesia membeli barang-barang yang mereka tentukan macamnya maupun harganya, berhubung masih tetap berkuasanya importer-importir asing, berhubung penurunan nilai rupiah dan berhubung peraturan devisen Sumitro. Berdasarkan persetujuan KMB, Indonesia harus membayar komisi untuk semua ekspor maupun impornya kepada negeri Belanda.

Untuk mengalihkan perhatian orang dari eksploitasi besar-besaran dan keuntungan-keuntungan raksasa yang digondol ke luar negeri oleh kaum kapitalis monopoli asing, oleh kaum reaksioner dilakukan demagogi tentang koperasi. Dalam pidato radio, Drs. Mohammad Hatta, berkenaan dengan Hari Koperasi ke-III pada tanggal 12 Juli 1953 dengan bangga disebutkannya, bahwa jika dibandingkan angka-angka tahun 1951 dengan tahun 1952, maka kelihatan jumlah koperasi bertambah 2.000 buah (semua 7.700), jumlah anggota bertambah kira-kira 179.000 orang (semua 1.180.000 orang), sedangkan uang simpanan meningkat sampai lebih dari Rp. 56 juta. Dalam pidato sambutan Hatta itu terlalu dibesar-besarkan arti dari koperasi kaum pertengahan ini. Padahal tidak ada artinya ribuan perusahaan koperasi kecil-kecilan dengan modal Rp. 56 juta jika dibanding dengan besarnya kapital kaum monopolis asing yang tidak diganggu gugat di Indonesia ini. Nasib daripada koperasi-koperasi ini tidak beda dengan nasib “ikan teri yang ditempatkan dalam satu kolam kecil bersama-sama dengan ikan kakap”. Kalau ikan kakap mau, dalam sekejap mata saja ikan teri itu habis ditelannya. Dalam negeri yang terus-menerus diancam oleh krisis ekonomi, koperasi tidak mempunyai hari depan yang baik, pada waktunya ia akan dihancurkan oleh kapital-kapital monopoli asing, apalagi jika koperasi-koperasi itu berani melangkah ke lapangan operasi kapital-kapital monopoli asing. Tetapi, untuk melangkah ke lapangan operasi kapital-kapital monopoli asing adalah satu lamunan bagi koperasi-koperasi ala Hatta. Jadi koperasi ala Hatta bukanlah obat yang mujarab untuk mengatasi krisis ekonomi, ia hanya untuk memindahkan perhatian, agar perjuangan Rakyat tidak ditujukan kepada melikuidasi kekuasaan kapital monopoli asing di Indonesia.

Dalam Indonesia yang dicengkeram oleh krisis ekonomi, dengan sendirinya tingkat hidup Rakyat sangat merosot dan makin lama makin merosot lagi. Upah kaum buruh Indonesia sangat rendah, sedang upah riilnya terus merosot berhubung dengan harga barang-barang terus meningkat. Jumlah penganggur makin lama makin bertambah banyak. Kaum tani Indonesia yang merupakan 70 % daripada penduduk masih tetap berada dalam kedudukan budak, hidup melarat dan terbelakang di bawah tindasan tuan tanah dan lintah darat. Kaum inteligensia Indonesia juga tidak mempunyai hari depan yang gemilang di dalam Indonesia yang terus-menerus berada dalam cengkeraman krisis ekonomi, karena Indonesia yang tidak makmur tidak memungkinkan perkembangan ilmu dan kebudayaan. Kemerosotan tingkat hidup Rakyat merupakan tanah yang subur bagi musuh-musuh Republik Indonesia untuk meluaskan gerakan terornya yang berupa DI, TII, dan sebagainya.

Kenyataan-kenyataan di atas makin lama makin dalam meyakinkan Rakyat Indonesia, yaitu kaum buruh, kaum tani, kaum inteligensia, kaum borjuis kecil dan borjuis nasional, bahwa sistem ekonomi kolonial harus dihapuskan dan diganti dengan sistem ekonomi nasional. Penghapusan ekonomi kolonial dan penggantiannya dengan ekonomi nasional hanya mungkin dengan menghapuskan persetujuan KMB seluruhnya, karena justru isi pokok daripada persetujuan KMB ialah mengenai kekuasaan ekonomi. Dengan demikian, sebagian besar dari Bangsa Indonesia menjadi yakin, bahwa satu-satunya jalan untuk pembangunan, industrialisasi, dan kesejahteraan ialah jalan kemerdekaan nasional yang penuh dan perubahan-perubahan demokratis, yaitu dengan mewujudkan sistem Demokrasi Rakyat.

2. Perkembangan Front Persatuan Nasional

Dalam keadaan sekarang, di mana persetujuan KMB harus dibatalkan, di mana intervensi Amerika dan negeri-negeri lain harus dilawan, di mana militerisme Jepang yang dibangunkan oleh imperialisme Amerika sekali lagi harus ditentang, di mana Indonesia harus dilepaskan dari Uni Indonesia-Belanda, di mana Irian Barat harus dipertahankan sebagai wilayah Republik Indonesia, dan di mana gerombolan-gerombolan DI, TII, dan gerombolan teror lainnya harus dihancurkan, adalah tugas yang sangat urgen dari kelas buruh untuk lebih memperkuat persatuannya. Persatuan kaum buruh Indonesia makin hari makin kuat. Resolusi Politbiro CC PKI bulan Maret tahun 1952 tentang Kewajiban Front Persatuan Buruh merupakan stimulator yang penting bagi perjuangan kaum buruh Indonesia untuk tuntutan-tuntutan ekonomi dan politiknya yang langsung, untuk mempersatukannya, dan untuk mengonsolidasi organisasinya.

Bersamaan dengan memperkuat persatuannya, kelas buruh memelopori terbentuknya front persatuan nasional yang tumbuh dengan sewajarnya di mana-mana di seluruh Indonesia. Semua orang Indonesia lelaki dan wanita yang setuju dengan kemerdekaan nasional yang penuh bagi tanah air Indonesia dan setuju dengan perdamaian, dengan tiada pandang keyakinan politik, kepercayaan agama, dan kedudukan dalam masyarakat, berdiri di belakang front persatuan nasional ini.

Di bawah pimpinan Partai mulai diadakan propaganda, bahwa perjuangan massa tidak hanya dapat menjamin dipenuhinya sesuatu tuntutan ekonomi, tidak hanya dapat menjamin realisasi daripada sesuatu tujuan politik yang langsung, tetapi juga bisa menjamin kemenangan-kemenangan yang lebih besar. Perjuangan massa tidak hanya bisa mengakibatkan perubahan pemerintah yang tidak mempunyai arti apa-apa karena pemerintah baru tetap menjalankan politik pemerintah yang lama (pemerintah Hatta diganti dengan pemerintah Natsir, dan pemerintah Natsir diganti dengan pemerintah Sukiman), tetapi juga, dan ini adalah penting, perjuangan massa bisa mengakibatkan perubahan dalam politik. Terbentuknya pemerintah Ali Sastroamijoyo membuktikan kebenaran hal ini, dan kejadian ini telah memberi dorongan kepada massa untuk mendapatkan perubahan politik yang lebih besar.

Kepentingan kaum buruh dan kaum tani Indonesia, kepentingan seluruh Rakyat Indonesia lelaki dan wanita, menuntut supaya dilakukan segala sesuatu yang mungkin untuk mengagalkan tindakan-tindakan jahat dari pemimpin-pemimpin Masyumi, PSI, dan kaum reaksioner lainnya, yang atas perintah negeri asing bertindak anti-Rakyat, antidemokrasi, antinasional, dan anti-Indonesia. Kita harus menggagalkan tiap-tiap siasat (manuver) mereka di mana saja, di dalam maupun di luar parlemen, yang legal maupun yang ilegal. Menggagalkan siasat mereka berarti menggagalkan operasi-operasi imperialisme Belanda, Amerika, dan Inggris di lapangan ekonomi, politik, militer, dan kebudayaan di negeri kita.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa pada saat sekarang masih banyak lelaki dan wanita Indonesia yang belum dapat menerima beberapa bagian daripada program Partai kita, walaupun kita kaum Komunis memandang program Partai kita sebagai satu-satunya program yang sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan tanah air kita untuk sekarang dan nanti. Tetapi walaupun demikian, sudah banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebagian besar lelaki dan wanita Indonesia sekarang dapat menyetujui beberapa bagian dari program Partai Komunis dan berdasarkan beberapa bagian dari program ini, dapat dibentuk front persatuan nasional yang kuat dan kuasa yang akan menetapkan dan memperjuangkan terlaksananya tujuan-tujuan politik dan ekonomi sesuai dengan tuntutan pada saat sekarang.

Front persatuan nasional yang digalang oleh Partai kita ialah front yang mempersatukan lelaki dan wanita Indonesia dari semua keyakinan politik, semua kepercayaan agama dan kedudukan sosial, dan sudah tentu atas dasar hasrat bersama untuk mengatasi krisis ekonomi yang terus-menerus mencengkeram Indonesia, untuk mencegah diseretnya Indonesia ke dalam pakta agresif oleh imperialisme Amerika, untuk mempertahankan Irian Barat sebagai wilayah Republik Indonesia, untuk melawan dipersenjatainya kembali Jepang, untuk menjunjung tinggi panji-panji demokrasi, dan untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional yang penuh bagi Indonesia.

Atas dasar hasrat bersama, front persatuan nasional bisa juga menjalankan politik ekonomi, keuangan dan sosial di dalam bingkai ekonomi damai, yang dapat menjamin perkembangan industri dan pertanian di Indonesia, yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan langsung daripada kaum buruh, dapat memberikan tanah kepada kaum tani tak bertanah atau tak cukup mempunyai tanah, yang dapat mengembangkan perdagangan atas dasar saling menguntungkan dengan semua negeri, dan dapat membangunkan sejumlah besar rumah yang sangat dibutuhkan oleh penduduk.

Berdasarkan bantuan yang sepenuhnya dari Rakyat Indonesia lelaki dan wanita, front persatuan nasional juga berkewajiban membela kebebasan-kebebasan demokratis dari semua serangan kaum reaksi dan fasisme. Perjuangan Rakyat Indonesia waktu tahun-tahun belakangan ini membuktikan bahwa dengan persatuan nasional, walaupun belum begitu kuat, dapat menggagalkan tindakan-tindakan fasis Razia Agustus pemerintah Sukiman-Subarjo-Wibisono tahun 1951, menggagalkan percobaan coup pada tanggal 17 Oktober 1952 oleh golongan sosialis kanan dan kaum militeris, dan juga dapat mendesakkan terbentuknya pemerintah Ali Sastroamijoyo yang programnya agak demokratis dan di dalamnya tidak ikut serta elemen-elemen komprador dan tuan tanah dari Masyumi dan elemen-elemen komprador dari PSI. Demikian juga, dengan persatuan nasional yang belum begitu kuat, gerakan menghancurkan gerombolan-gerombolan DI, TII, dan gerombolan-gerombolan teror lainnya, makin lama makin meluas dan makin bertambah kuat. Jadi, front persatuan nasional yang berakar di kalangan semua sektor daripada bangsa kita, dan yang memobilisasi Rakyat ke dalam perjuangan, akan memudahkan dalam memberikan bukti-bukti yang lebih meyakinkan betapa bohongnya keterangan pemimpin-pemimpin Masyumi, PSI, dan pemimpin-pemimpin reaksioner lainnya tentang keharusan Indonesia menjadi bagian dari Kerajaan Belanda atau bagian dari Amerika Serikat, tentang “kesucian” tujuan perjuangan DI dan TII, dan tentang “jasa-jasa” modal monopoli asing untuk pembangunan Indonesia. Oleh karena itu, pemimpin-pemimpin Masyumi, PSI, dan pemimpin-pemimpin reaksioner lainnya takut setengah mati kepada front persatuan nasional, karena mereka tahu bahwa kekuatan Rakyat yang bersatu dalam front persatuan nasional adalah yang akan menelanjangi perbuatan-perbuatan mereka yang mesum dan yang akan menggagalkan tiap-tiap perbuatan mereka yang antidemokrasi dan anti-Indonesia.

Hanya front persatuan nasional, yang mempersatukan kaum Komunis dengan semua patriot, bisa menetapkan politik yang sesuai dengan kepentingan Tanah Air dan Bangsa Indonesia dan bisa menjamin terbentuknya suatu pemerintah yang sedia menjalankan politik ini. Dan memang sesungguhnya, bahwa perubahan dalam politik hanya mungkin dengan bantuan perjuangan kaum Komunis untuk kesatuan-kesatuan aksi yang seluas-luasnya di dalam bingkai front persatuan nasional yang kuasa, yang mampu mendesakkan perubahan-perubahan semacam itu. Dan pembela-pembela politik anti-Komunis seperti Sukiman, Yusuf Wibisono, Syahrir, Hatta, Natsir, dan lain-lain, akan dianggap oleh semua orang yang berperasaan nasional sebagai badut-badut politik yang menggelikan.

Front persatuan nasional adalah front yang paling demokratis dalam komposisinya maupun dalam cara bekerjanya. Front persatuan nasional mengikat bagian yang sangat terbesar daripada Rakyat. Semua orang lelaki dan wanita Indonesia yang tidak menyukai penjajahan negeri asing atas Indonesia harus bersatu di dalam atau berdiri di belakang front ini. Hanya jika sudah dapat mempersatukan sebagian terbesar dari Rakyat Indonesia, kita bisa berkata tentang front persatuan nasional yang benar-benar, yang luas, dan yang kuat. Oleh karena itulah, kita tidak mungkin berbicara tentang front persatuan nasional yang benar-benar, yang luas, dan yang kuat, sebelum kaum tani dapat ditarik ke dalam front ini, karena kaum tani di negeri kita merupakan lebih dari 70 % daripada penduduk. Dengan tidak ikutnya kaum tani berarti tidak ikutnya bagian yang terbesar daripada Rakyat Indonesia, dan ini merupakan kelemahan yang sangat besar daripada front persatuan nasional kita. Sampai sekarang baru kira-kira 7 % dari kaum tani yang sudah terorganisasi. Jumlah ini adalah jumlah yang masih sangat kecil.

Oleh sebab itulah, kewajiban kaum Komunis yang pertama-tama ialah menarik kaum tani ke dalam front persatuan nasional. Ini artinya, agar kaum tani dapat ditarik, kewajiban yang terdekat daripada kaum Komunis Indonesia ialah melenyapkan sisa-sisa feodalisme, mengembangkan revolusi agraria antifeodal, menyita tanah tuan tanah dan memberikan dengan cuma-cuma tanah tuan tanah kepada kaum tani, terutama kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin, sebagai milik perseorangan mereka. Langkah pertama dalam pekerjaan di kalangan kaum tani ialah membantu perjuangan mereka untuk kebutuhan sehari-hari, untuk mendapatkan tuntutan bagian kaum tani. Dengan demikian berarti mengorganisasi dan mendidik kaum tani ke arah tingkat perjuangan yang lebih tinggi. Inilah dasar untuk membentuk persekutuan kaum buruh dan kaum tani, sebagai basis daripada front persatuan nasional yang kuasa.

Revolusi agraria adalah hakikat daripada revolusi Demokrasi Rakyat di Indonesia. Revolusi agraria adalah syarat untuk pembangunan, industrialisasi, dan kesejahteraan ekonomi bagi Indonesia. Dengan kaum tani yang melarat, yang tak bertanah atau tak cukup mempunyai tanah, tidak mungkin mengadakan pembangunan, industrialisasi, dan kesejahteraan ekonomi negeri. Jadi, syarat pertama dan syarat yang tidak boleh tidak untuk pembangunan Indonesia, untuk industrialisasi dan kesejahteraan ekonomi negeri, ialah pelaksanaan semboyan “tanah untuk kaum tani”.

Dengan menitikberatkan pekerjaan pada menarik kaum tani, sama sekali tidak berarti bahwa pekerjaan di kalangan kaum buruh, kaum inteligensia, borjuisasi kecil dan borjuasi nasional di kota dilengahkan. Dan juga sama sekali tidak berarti melengahkan pembikinan blok-blok kerja sama dengan partai-partai dan organisasi-organisasi lain. Pengalaman Rakyat Indonesia sendiri mengajarkan, bahwa pembentukan blok-blok kerja sama di dalam maupun di luar parlemen dengan partai-partai dan organisasi-organisasi lain bisa memberi manfaat yang tidak kecil artinya, misalnya dalam menggagalkan Razia Agustus Sukiman tahun 1951, dalam menggagalkan percobaan coup sosialis kanan dan kaum militeris pada 17 Oktober 1952, dalam membentuk kabinet Wilopo tahun 1952, dan dalam membentuk kabinet Ali Sastroamijoyo tahun 1953, yang atas desakan Rakyat berjanji akan menjalankan program-program yang demokratis sesuai dengan tuntutan-tuntutan rapat-rapat umum dan demonstrasi-demonstrasi Rakyat.

Di antara anggota Partai, sesudah sedikit mempelajari pengalaman revolusi Tiongkok, ada yang berpendapat bahwa karena yang terpenting ialah membangkitkan kaum tani agar turut serta dalam perjuangan, maka semua Komunis mesti meninggalkan kota dan bekerja di kalangan kaum tani. Pendapat ini tentu saja salah. Pertama perlu dinyatakan bahwa kaum Komunis Tiongkok tidak pernah mengecilkan arti bekerja di kalangan kaum buruh. Justru sebaliknya, mereka telah memberikan arti yang besar kepada pekerjaan dalam kota, teristimewa di waktu menjalankan peperangan gerilya di daerah luar kota. Kedua, ada perbedaan-perbedaan tertentu dalam keadaan geografi dan dalam hal perkembangan politik antara Indonesia dan Tiongkok yang harus kita perhatikan.

PKI harus terus tetap menjalankan pekerjaan di kalangan kaum buruh, kaum inteligensia, borjuasi kecil dan borjuasi nasional di kota-kota. Semangat kaum inteligensia dan pemuda pelajar dan tekad mereka untuk mengabdi kepada Rakyat pekerja banyak artinya bagi gerakan revolusioner. Ini sudah dibuktikan oleh pengalaman perjuangan Rakyat Indonesia sendiri.

Dari keterangan di atas jelaslah, bahwa satu-satunya garis politik PKI yang tepat ialah membentuk persekutuan buruh dan tani dan di atas dasar ini mendirikan front persatuan nasional. Berdasarkan keadaan yang nyata di negeri kita, berdasarkan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan Partai kita, adalah kewajiban Partai kita untuk membentuk kedua-duanya sekaligus, yaitu mengorganisasi persekutuan buruh dan tani atas dasar program agraria yang revolusioner dan bersamaan dengan itu memperbaiki dan memperkuat front persatuan nasional dalam bentuk blok-blok kerjasama dengan partai-partai dan organisasi-organisasi lain.

Musuh-musuh Rakyat Indonesia yang pertama, dilihat dari sudut besarnya kekuasaan di berbagai lapangan, terutama di lapangan ekonomi, ialah imperialisme Belanda. Oleh karena itulah front persatuan nasional pertama-tama harus ditujukan kepada melikuidasi kaum imperialis Belanda dan bukan kepada melikuidasi sekaligus semua imperialisme asing di Indonesia. Pertama-tama tujuan front ini mestilah pengusiran kaum imperialis Belanda dan kekuatan-kekuatan bersenjata mereka dari Indonesia, penyitaan dan nasionalisasi milik kaum penjajah Belanda, penarikan Indonesia dari Uni Indonesia-Belanda, dan pernyataan kemerdekaan penuh bagi Indonesia. Tetapi, bilamana imperialisme Amerika dan imperialisme lainnya memberikan bantuan bersenjata kepada penjajah Belanda dan kaki tangannya bangsa Indonesia, maka perjuangan mesti diarahkan kepada semua imperialisme di Indonesia, milik-milik mereka harus disita dan dinasionalisasi.

3. Pemerintah Ali Sastroamijoyo Dibentuk sebagai Hasil daripada Pertentangan-Pertentangan di Antara Kalangan-Kalangan yang Berkuasa di Dalam Negeri dan Atas Desakan Persatuan Rakyat

Sebagai hasil daripada pertentangan-pertentangan di antara kalangan-kalangan yang berkuasa di dalam negeri dan atas desakan persatuan Rakyat, pemerintah Sukiman yang ultrareaksioner telah jatuh dan digantikan oleh pemerintah Wilopo yang menjanjikan tindakan-tindakan yang demokratis. Kemudian memang terbukti, bahwa pemerintah Wilopo dalam bulan-bulan ketika baru dibentuk telah melakukan beberapa tindakan yang demokratis.

PKI dan seluruh kekuatan demokratis segera menghentikan sokongannya kepada pemerintah Wilopo, setelah ternyata bahwa pemerintah ini bertindak antidemokrasi dan antinasional, berhubung dengan lemahnya elemen demokratis yang ada di dalamnya dan karena politik dari menteri-menteri partai Masyumi dan PSI yang reaksioner. Pemerintah Wilopo kemudian jatuh, sebagai hasil daripada pertentangan-pertentangan di antara kalangan-kalangan yang berkuasa di dalam negeri dan atas desakan kekuatan demokratis.

Sebagai hasil daripada pertentangan-pertentangan di antara kalangan-kalangan yang berkuasa di dalam negeri dan atas desakan persatuan Rakyat, sesudah hampir dua bulan mengalami krisis pemerintah, pada tanggal 30 Juli 1953 terbentuklah pemerintah Ali Sastroamijoyo yang mempunyai program yang lebih demokratis dan lebih tegas daripada program pemerintah Wilopo. Sebagaimana juga kepada pemerintah Wilopo sebelum ia melakukan tindakan-tindakan yang antidemokrasi dan antinasional, maka PKI memberikan sokongannya kepada pemerintah Ali Sastroamijoyo.

Sikap PKI terhadap kabinet Wilopo dan terhadap kabinet Ali Sastroamijoyo adalah sikap yang tepat. PKI memberikan kesempatan bekerja kepada sesuatu pemerintah dengan syarat bahwa pemerintah itu memberi kesempatan berkembang kepada gerakan Rakyat. PKI mendasarkan politiknya atas analisis Marxis mengenai keadaan yang konkret dan perimbangan kekuatan. Adalah satu avonturisme jika PKI, karena mengharapkan terbentuknya pemerintah yang lebih baik, tidak memberikan sokongannya kepada pemerintah Ali Sastroamijoyo yang sekarang ini, sehingga bisa berakibat pemerintah jatuh ke dalam kekuasaan Partai Masyumi-PSI yang ultrareaksioner, yang pasti akan menindas gerakan Rakyat dengan kejam. Tetapi, PKI juga tidak memandang pemerintah Ali Sastroamijoyo sekarang sebagai pemerintah front persatuan nasional atau sebagai pemerintah yang benar-benar progresif.

Keadaan yang tidak stabil di Indonesia sekarang ini bisa berkembang sebagai berikut:

Pertama: Atas desakan massa pemerintah Ali Sastroamijoyo bisa memberikan konsesi-konsesi tertentu kepada Rakyat, gerakan Rakyat bisa mendapat sedikit kemajuan dan pemerintah Ali Sastroamijoyo dengan demikian tetap pada kedudukannya.

Kedua: Pemerintah Ali Sastroamijoyo, jika bertindak antidemokrasi dan antinasional, berhubung dengan lemahnya elemen demokratis dalam pemerintah, bisa mengalami pengalaman pemerintah Wilopo, yaitu dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan demokratis dan atas desakan kekuatan-kekuatan demokratis dibentuk suatu pemerintah yang lebih memenuhi syarat-syarat untuk bertindak lebih demokratis dan lebih tegas.

Ketiga: Kaum reaksioner dan imperialis, dengan mengambil keuntungan dari politik pemerintah yang bertujuan membatasi gerakan Rakyat dan karenanya tidak mendapat sokongan Rakyat, mungkin akan menggulingkan pemerintah Ali Sastroamijoyo dan menggantinya dengan suatu pemerintah reaksioner.

Keempat: Pemerintah Ali Sastroamijoyo, yang menggunakan sokongan Rakyat untuk memperkuat kedudukannya dan karena itu bisa mendesak Belanda untuk memberikan konsesi-konsesi yang tertentu, bersamaan dengan itu karena takut akan meluasnya gerakan Rakyat, bisa mengubah politiknya yang setengah-setengah sekarang, dan bersama-sama dengan kaum imperialis dan kaum reaksioner melakukan serangan terhadap Rakyat.

Partai Komunis Indonesia dan Rakyat Indonesia mesti waspada, mesti sedia untuk menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi. PKI dan Rakyat Indonesia harus mendorong maju pemerintah Ali Sastroamijoyo, supaya pemerintah Ali Sastroamijoyo suka memberi konsesi-konsesi kepada Rakyat agar gerakan Rakyat bisa mendapat sedikit kemajuan. Tetapi jika pemerintah Ali Sastroamijoyo menjurus ke kanan, maka PKI dan Rakyat Indonesia juga harus bersedia menghadapinya.

Pembentukan pemerintah Ali Sastroamijoyo adalah pelajaran yang penting bagi Rakyat Indonesia. Ia memberikan pelajaran bahwa perjuangan massa tidak hanya mampu merealisasi tuntutan ekonomi dan tujuan politik yang langsung, tetapi ia juga mengajarkan bahwa dengan perjuangan massa dapat diadakan perubahan di dalam politik, bahwa dengan perjuangan massa dapat dibentuk suatu pemerintah yang agak maju. Pemerintah Ali Sastroamijoyo memecahkan soal tanah di Tanjung Morawa dengan cara yang berlainan dari politik reaksioner Masyumi dan PSI yang mau dipaksakan dengan melewati pemerintah Wilopo. Putusan pemerintah Ali Sastroamijoyo mengenai soal tanah di Tanjung Morawa mendapat sambutan hangat dari kaum tani. Rakyat Indonesia harus terus mendesak, agar bagian-bagian dari program pemerintah Ali Sastroamijoyo yang demokratis dijalankan dengan konsekuen, sesuai dengan keinginan bagian terbesar Rakyat Indonesia. Inilah jaminannya supaya pemerintah Ali Sastroamijoyo bisa dalam waktu yang lama sejalan dengan Rakyat Indonesia. Dan inilah pula jaminannya supaya politik antidemokrasi, antinasional, dan anti-Indonesia dari pemimpin Masyumi, PSI, dan pemimpin-pemimpin reaksioner lainnya terus-menerus mengalami kegagalan.

Kekalahan politik dari pemimpin-pemimpin Masyumi, PSI, dan pemimpin-pemimpin reaksioner lainnya telah membuat mereka makin lama makin mata gelap. Hubungan politik antara mereka dengan kaum imperialis Belanda dan Amerika, dengan gerombolan DI dan TII, dengan kaum militeris yang tersangkut dalam percobaan coup pada tanggal 17 Oktober 1952, dan ini dipengaruhi lagi oleh kemenangan sementara dari coup yang diorganisasi oleh Amerika di bawah pimpinan fasis Zahedi di Iran, merupakan bahaya yang konkret bagi Indonesia. Keadaan ini meletakkan kewajiban yang lebih berat di atas pundak tiap-tiap Komunis dan tiap-tiap patriot Indonesia. 

Kewajiban Partai di Lapangan Politik Dalam Negeri

Sekarang adalah Sebagai Berikut:

1) Mencegah keruntuhan Indonesia yang disebabkan oleh cengkeraman krisis ekonomi yang terus-menerus dengan berjuang untuk pembatalan persetujuan KMB, untuk kemerdekaan nasional yang penuh dan untuk perubahan-perubahan demokratis; melepaskan Indonesia dari Uni Indonesia-Belanda dan mempertahankan Irian Barat sebagai wilayah Republik Indonesia.

2) Melakukan pekerjaan sehari-hari di kalangan kaum buruh, kaum tani, dan massa Rakyat lainnya, menggalang persekutuan kaum buruh dan kaum tani dan memperbaiki serta memperkuat front persatuan nasional.

3) Menjunjung panji-panji demokrasi parlementer yang mau dihapuskan oleh pemimpin-pemimpin Masyumi-PSI dan memobilisasi massa untuk membasmi gerombolan-gerombolan DI, TII, Bambu Runcing, Gerayak Merbabu-Merapi, dan gerombolan-gerombolan teror lainnya.

4) Menyokong pemerintah Ali Sastroamijoyo dan mendorong pemerintah ini supaya memberikan kebebasan-kebebasan demokratis kepada Rakyat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia sendiri.

5) Meninggikan aktivitas politik Rakyat, memperkuat patriotisme, dan menanamkan kewaspadaan politik terhadap provokasi-provokasi, intimidasi-intimidasi, perbuatan-perbuatan teror dan coup dari kaum imperialis dan kaum reaksioner dalam negeri.

 

III

PARTAI

1. Hubungan Kebenaran Garis Politik Partai dengan Pembangunan Partai

Rapat Pleno Sentral Komite bulan Januari 1951, di mana diadakan kritik dan selfkritik di kalangan anggota-anggota Sentral Komite berhubung dengan adanya penyelewengan ideologi dan politik daripada beberapa anggota Sentral Komite, dan yang berakhir dengan kemenangan ideologi dan politik proletar atas ideologi dan politik nonproletar, mempunyai akibat yang baik bagi perkembangan Partai kita. Demikian pula lahirnya rencana Konstitusi Partai dalam rapat pleno Sentral Komite bulan April 1951 menjadi dorongan yang besar untuk perkembangan Partai di seluruh Indonesia, untuk meninggikan tingkat politik Partai, untuk kehidupan demokrasi intern Partai, untuk kehidupan kritik dan selfkritik di dalam Partai, untuk memperkuat disiplin Partai, untuk kesatuan ideologi dan kesatuan tenaga daripada Partai.

Banyak yang kejadian sesudah sidang Pleno Sentral Komite yang bersejarah itu. Kejadian-kejadian yang banyak ini memberikan latihan-latihan kepada anggota-anggota, kader-kader, dan pimpinan Partai kita. Partai kita dilatih untuk menggunakan tiap-tiap kesempatan yang ada semaksimum-maksimumnya untuk meluaskan pengaruh Partai dan untuk memperhebat pembangunan Partai. Di tengah-tengah pukulan-pukulan reaksi yang terus-menerus, Partai dihadapkan dengan masalah-masalah yang pokok dan yang paling urgen untuk dipecahkan, yaitu: pertama, masalah menggalang front persatuan nasional yang berbasiskan persekutuan kaum buruh dan kaum tani, dan kedua, masalah membangun Partai Komunis Indonesia yang dibolshevikkan, yang meluas di seluruh negeri dan yang mempunyai karakter massa yang luas, yang sepenuhnya terkonsolidasi di lapangan ideologi, politik, dan organisasi.

Razia Agustus Sukiman tahun 1951 merupakan ujian yang berat bagi Partai kita, karena peristiwa ini terjadi ketika Politbiro yang dipilih dalam bulan Januari 1951 baru saja enam bulan mulai dengan pekerjaannya mengonsolidasi Partai dan terjadi dalam keadaan di mana hubungan Partai belum erat dengan massa, terutama dengan massa kaum tani. Kesulitan Partai dalam mengatasi Razia Agustus Sukiman adalah juga karena disebabkan kesalahan-kesalahan cara bekerja di kalangan calon anggota, anggota, dan kader Partai, berhubung masih banyaknya elemen-elemen sektaris dan masih adanya elemen-elemen kapitulator dan avonturis di dalam Partai.

Taktik yang tepat yang digariskan oleh Politbiro Sentral Komite ketika itu, yaitu taktik memisahkan borjuasi nasional dari borjuasi komprador yang ultrareaksioner yang dipelopori oleh Sukiman-Subarjo-Wibisono, adalah bersifat menentukan dalam menggagalkan Razia Agustus Sukiman. Taktik ini, sesudah diadakan penerangan yang intensif, diikuti dengan bulat oleh seluruh Partai dan oleh massa yang di bawah pimpinan Partai. Tulisan-tulisan dalam “Bintang Merah” merupakan petunjuk-petunjuk yang penting bagi kader-kader dan anggota-anggota Partai untuk mengatasi bahaya fasisme ketika itu. Taktik Partai berhasil, pemerintah ultrareaksioner yang dikepalai oleh Sukiman-Subarjo-Wibisono makin lama makin terisolasi dan akhirnya terpaksa turun panggung. Borjuasi nasional sendiri menjadi sedikit condong ke kiri, dan berangsur-angsur mengambil tempatnya yang sewajarnya, yaitu tempat bersama-sama dengan kaum buruh, kaum tani, dan borjuasi kecil kota dalam perjuangan melawan kaum komprador dan imperialisme Belanda.

Kebenaran garis politik Partai sangat besar pengaruhnya pada pekerjaan membangun Partai dan pada perkembangan Partai. Kepercayaan massa makin besar kepada pimpinan dan politik Partai. Beberapa anggota yang pada permulaan Razia Agustus agak panik karena ingat kembali akan keganasan kaum reaksioner ketika “Peristiwa Madiun”, yang dikiranya akan terulang lagi dengan Razia Agustus, timbul kembali keberanian dan kegembiraannya. Sukiman tidak berhasil menciptakan “Peristiwa Madiun” kedua, karena di mana-mana ia tertumbuk pada kekuatan demokratis.

Atas petunjuk-petunjuk Politbiro Sentral Komite, dihidupkan demokrasi intern Partai serta kritik dan selfkritik. Sesudah melalui proses kritik dan selfkritik dalam grup, resort, fraksi, dan komite Partai, keberanian dan kegembiraan bekerja timbul kembali di semua organisasi Partai. Usaha memperkuat ideologi anggota Partai untuk pertama kalinya dalam sejarah Partai kita dimulai dalam Razia Agustus dengan apa yang dinamakan “diskusi teori” yang diadakan secara periodik, di samping apa yang dinamakan “diskusi tentang pekerjaan praktis” yang juga dilakukan secara periodik di dalam grup, resort, fraksi, dan komite Partai. Demokrasi intern Partai, kritik dan selfkritik, dan diskusi-diskusi tentang soal-soal teori dan soal-soal pekerjaan sehari-hari sekarang sudah menjadi kebiasaan di dalam Partai kita. Satu kemajuan yang tidak ternilai artinya bagi perkembangan Partai kita. Di samping itu, semangat Partai dari calon anggota, anggota, dan kader Partai terus tumbuh sesuai dengan perkembangan Partai di segala lapangan. Hal ini tidak mungkin kejadian di waktu-waktu yang lampau, berhubung tidak adanya kebulatan dalam pimpinan dan karena sifat liberal daripada pimpinan.

Kejadian yang penting yang terjadi pada akhir Razia Agustus ialah Konferensi Nasional Partai yang dilangsungkan pada permulaan tahun 1952. Dalam Konferensi Nasional ini dibicarakan dengan mendalam politik Partai terhadap pemerintah Sukiman-Subarjo-Wibisono, soal membasmi gerombolan teror DI dan TII, soal menggalang front persatuan dengan borjuasi nasional, soal memperkuat ideologi Partai, masalah perluasan anggota dan masalah-masalah organisasi lainnya. Diskusi mengenai semua acara yang dibicarakan dalam Konferensi Nasional ini sampai kepada kesimpulan perlunya melenyapkan sektarisme, kapitulator, dan avonturisme, sebagai jaminan terlaksananya putusan-putusan Konferensi.

Dalam Konferensi Nasional sangat dirasakan betapa erat hubungannya antara masalah garis politik Partai dengan masalah pembangunan Partai. Garis politik Partai yang menitikberatkan kewajiban Partai pada tugas menggalang front persatuan nasional antipemerintah-Sukiman yang ultrareaksioner, hanya bisa dipecahkan jika masalah organisasi yang terpenting ketika itu dipecahkan, yaitu perluasan keanggotaan dan perluasan organisasi Partai. Dengan anggota dan calon anggota yang ketika itu jumlahnya hanya 7.910 dan dengan organisasi Partai yang ketika itu kecil dan sempit, adalah tidak mungkin melaksanakan kewajiban politik yang luas dan berat seperti di atas, yaitu menjatuhkan pemerintah Sukiman yang mendapat sokongan penuh dari imperialisme Amerika.

Mengingat banyaknya pekerjaan yang dihadapi oleh Partai sehingga banyak kader-kader yang mesti merangkap sampai tujuh macam pekerjaan dalam pimpinan Partai dan organisasi massa, dan mengingat pula bahwa kebenaran politik Partai dan makin berkurangnya elemen-elemen sektaris di dalam Partai telah menarik massa yang luar biasa besarnya yang ingin masuk ke dalam Partai, maka Politbiro merencanakan perluasan keanggotaan. Konferensi Nasional menyetujui rencana Politbiro untuk meluaskan keanggotaan dari 7.910 menjadi seratus ribu dalam 6 bulan.

Rencana perluasan keanggotaan menimbulkan aktivitas yang besar di kalangan calon anggota, anggota, dan kader Partai. Rencana perluasan keanggotaan ditutup dengan hasil 126.671 anggota dan calon anggota, artinya hasil yang melebihi rencana. Bersamaan dengan berjalannya rencana perluasan anggota ini juga dipecahkan soal-soal mengorganisasi calon anggota dan anggota, soal pendidikan politik, soal memperkuat ideologi, soal menempatkan kader, dan soal kewaspadaan politik. Kampanye pendidikan untuk calon anggota, untuk anggota, untuk kader, dan juga untuk massa diadakan dengan rencana tertentu.

Kegiatan-kegiatan Partai selama Razia Agustus dalam hal menggalang front persatuan nasional dan dalam pembangunan Partai, telah menjadi faktor yang terpenting bagi perkembangan kekuatan demokrasi. Pertentangan di antara kalangan yang berkuasa sendiri dan desakan daripada kekuatan demokratis telah menyebabkan jatuhnya pemerintah Sukiman dan diganti dengan pemerintah yang agak maju, yaitu pemerintah Wilopo. Partai memberi kesempatan bekerja kepada pemerintah ini, sebagai usaha untuk mencegah agar pemerintah tidak jatuh kembali ke tangan Sukiman-Hatta cs dan supaya terbuka kesempatan bagi Partai dan bagi kekuatan-kekuatan demokratis lainnya untuk berkembang memperkuat diri.

Selama pemerintah Wilopo, Partai telah memperbaiki dan memperkuat pekerjaan menggalang front persatuan nasional. Pekerjaan Partai yang makin baik untuk front persatuan nasional membawa perbaikan-perbaikan bagi perkembangan Partai, dan demikian pula sebaliknya, bertambah baik pekerjaan untuk pembangunan Partai menjadi bertambah baik pula pekerjaan untuk front persatuan nasional.

Anggota dan calon anggota Partai yang tadinya kurang dari 10 ribu yang organisasinya tadinya hanya meluas di Jawa dan Sumatera dan yang terisolasi dari kelas-kelas dan golongan-golongan demokratis lainnya dalam tahun 1952 telah mendapat kemungkinan meluaskan keanggotaannya menjadi lebih dari 100 ribu, telah meluaskan diri di Madura, Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil, dan Maluku, telah mendapat simpati dan sokongan dari elemen-elemen demokratis yang luas di luar Partai.

Taktik Partai yang tepat terhadap pemerintah Wilopo telah memperbaiki dan melapangkan jalan bagi pekerjaan Partai menggalang persatuan dengan borjuasi nasional, persatuan yang pecah sejak pertengahan tahun 1948, dengan memihaknya kaum borjuasi nasional ke pihak kaum komprador yang dipelopori oleh Hatta-Sukiman-Natsir yang menyatakan perang terhadap kaum buruh, kaum tani, dan elemen-elemen demokratis lainnya (Peristiwa Madiun). Kembalinya borjuasi nasional ke dalam front persatuan nasional antiimperialisme berarti tambahan kekuatan yang penting pada front ini. Jika Partai tidak cepat dan tepat mengadakan hubungan kembali dengan borjuasi nasional, maka tidak akan secepat sekarang perkembangan front persatuan nasional dan perkembangan, perkokohan, dan pembolshevikkan Partai kita.

Berkat front persatuan nasional dan Partai Komunis yang bertambah kuat inilah, percobaan coup dari kaum sosialis kanan pada tanggal 17 Oktober 1952 dapat digagalkan. Kegagalan percobaan coup 17 Oktober ini telah memberi kekuatan yang baru kepada front persatuan nasional dan kepada PKI serta partai-partai demokratis lainnya.

Perkembangan front persatuan nasional dan pembangunan Partai mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar dengan terbentuknya pemerintah Ali Sastroamijoyo yang komposisi dan programnya lebih maju dari pemerintah Wilopo, dan oleh karena itu mendapat sokongan dari PKI dan dari partai-partai dan golongan-golongan demokratis lainnya.

Kelemahan yang serius dari Partai sekarang ialah, bahwa anggota-anggota dan kader-kader Partai belum mengerti benar tentang hubungan-hubungan agraria dan tentang tuntutan serta penghidupan kaum tani. Oleh karena itu, Partai belum dapat menarik sebagian besar dari kaum tani ke dalam front persatuan nasional dan jumlah keanggotaan Partai dari kalangan kaum tani, menurut perbandingan, adalah masih sangat sedikit. Sekarang baru kira-kira 7 % dari kaum tani yang sudah terorganisasi di bawah pimpinan Partai dan keanggotaan Partai tidak sampai 50 % datangnya dari kalangan kaum tani. Program Agraria Partai yang dibikin dalam Razia Agustus dan kemampuan bekerja dari anggota-anggota Partai, tenyata belum dapat menarik dan memobilisasi kaum tani secara besar-besaran. Dengan ini berarti, bahwa front persatuan nasional kita belum mempunyai basis yang kuat, dan dalam keadaan sulit, misalnya jika borjuasi nasional sekali lagi tidak setia kepada perjuangan melawan imperialisme asing seperti di tahun 1948, maka Partai tidak mempunyai sandaran kaum tani yang kuat.

Front persatuan nasional kita sekarang, walaupun sudah bisa mencapai beberapa kemenangan-kemenangan dalam perjuangannya, masih tetap belum berdiri di atas fundamen yang kuat. Keadaan ini akan terus selama Partai belum bekerja yang benar untuk massa kaum tani dan selama belum banyak orang-orang dari kalangan kaum tani, terutama tani miskin dan tani tak bertanah, masuk Partai dan menjadi kader Partai kita.

2. Dua Kewajiban Partai yang Sangat Urgen

Jelaslah, bahwa masalah yang sangat urgen bagi Partai kita sekarang ialah: pertama, masalah penggalangan front persatuan nasional antiimperialisme yang berbasiskan persekutuan kaum buruh dan kaum tani antifeodalisme; kedua, meneruskan pembangunan PKI yang dibolshevikkan, yang meluas di seluruh negeri, dan yang mempunyai karakter massa yang luas, yang sepenuhnya dikonsolidasi di lapangan ideologi, politik, dan organisasi.

Syarat subjektif dan syarat objektif cukup untuk membangun front persatuan nasional yang luas dengan basis persekutuan buruh dan tani dan cukup untuk membangunkan Partai Komunis yang dibolshevikkan, Partai Komunis tipe Lenin-Stalin.

A. Masalah Menggalang Front Persatuan Nasional

Sejak Partai kita berdiri pada tahun 1920, front persatuan dari proletariat dengan borjuasi nasional Indonesia telah melalui beberapa keadaan yang berlainan dan dalam beberapa periode yang berlainan pula.

Periode pertama (1920 – 1926) ialah periode di mana Partai masih gelap sama sekali tentang perlunya bersatu dengan borjuasi nasional, di mana slogan Partai ialah “sosialisme sekarang juga”, “Soviet Indonesia”, dan “diktator proletariat”. Penyelewengan ke kiri daripada Partai ini dikritik secara tepat dan kena oleh Stalin dalam pidatonya di muka pelajar Universitas Rakyat Timur pada tanggal 18 Mei 1925, di mana dikatakannya bahwa penyelewengan ke kiri ini mengandung bahaya mengisolasi Partai dari massa dan mengubah Partai menjadi sekte. Stalin mengatakan, bahwa perjuangan yang teguh melawan penyelewengan ini adalah syarat yang penting untuk melatih kader-kader yang sungguh-sungguh revolusioner bagi tanah-tanah koloni dan negeri-negeri tergantung di Timur.

Periode kedua (1935 – 1945) ialah periode front persatuan dengan borjuasi nasional melawan fasisme. Partai mendapatkan garis politiknya yang benar ini, terutama ialah berkat pimpinan Kawan Musso yang dalam tahun 1935 datang ke Indonesia secara ilegal dari luar negeri. Kedatangan Kawan Musso tidak hanya dapat memberikan pimpinan politik kepada Partai, tetapi di bawah pimpinan Kawan Musso lah dibangunkan kembali Partai yang sejak teror pemerintah kolonial Belanda tahun 1926 – 1927 banyak mengalami kerusakan-kerusakan dan tidak bisa segera terhimpun kembali. Walaupun PKI ketika itu bekerja ilegal, tetapi dengan melewati GERINDO dan organisasi-organisasi lain, PKI ambil bagian yang aktif dalam menggalang front antifasis, sebelum Jepang menduduki Indonesia maupun selama zaman pendudukan Jepang. Front antifasis tidak hanya berhasil menarik borjuasi nasional, tetapi juga sebagian dari borjuasi komprador, merupakan tambahan kekuatan dalam front anti-Jepang. Tetapi setelah bala tentara Jepang menduduki Indonesia, sebagian besar borjuasi nasional dan boleh dikata semua borjuasi komprador menjalankan politik bekerja sama dengan Jepang. Borjuis nasional menjalankan politik kerja sama dengan Jepang, setelah mereka melihat bahwa kekuatan Rakyat melawan Jepang tidak begitu besar dan mereka mempunyai ilusi bahwa Jepang akan memberikan “kemerdekaan” kepada Indonesia.

Periode ketiga (1945 – 1948) ialah periode front persatuan nasional bersenjata melawan imperialisme Belanda. Borjuasi nasional kembali masuk ke dalam front persatuan nasional setelah melihat bahwa kekuatan Revolusi Rakyat adalag besar. Revolusi Rakyat yang mempunyai kekuatan besar telah membikin borjuasi nasional pada tahun-tahun permulaan revolusi mempunyai sikap yang teguh. Kelemahan Partai di lapangan politik, ideology, dan organisasi menyebabkan Partai tidak mampu memberikan pimpinan kepada keadaan objektif yang sangat baik ketika itu. Dalam revolusi ini, Partai telah meninggalkan kebebasannya dalam politik, ideologi, dan organisasi, dan Partai tidak mementingkan pekerjaannya di kalangan kaum tani, dan inilah sebab-sebab pokok daripada kegagalan revolusi. Lemahnya pimpinan revolusi menyebabkan revolusi terus-menerus mengalami kekalahan-kekalahan di lapangan militer, politik, dan ekonomi, dan kekalahan-kekalahan ini telah membikin ragu borjuasi nasional dan akhirnya mereka memilih pihak kaum komprador dan imperialis. Resolusi “Jalan Baru Untuk Republik Indonesia” yang disahkan oleh Konferensi PKI bulan Agustus 1948 adalah jalan keluar dari keadaan sulit yang dihadapi oleh Republik Indonesia ketika itu. Tetapi pelaksanaan resolusi ini didahului oleh provokasi pemerintah Hatta-Sukiman-Natsir yang menelurkan “Peristiwa Madiun”.

Periode keempat (1948 – 1951) ialah periode di mana borjuasi nasional memisahkan diri dari front persatuan antiimperialisme dan memihak pemerintah Hatta-Sukiman-Natsir yang memprovokasi “Peristiwa Madiun”. Borjuasi nasional ikut berkapitulasi kepada imperialisme dengan menyetujui persetujuan KMB yang khianat, yang diciptakan oleh Hatta, Sultan Abdul Hamid, dan Mohammad Roem. Politik borjuasi nasional yang memisahkan diri dari front persatuan terasa sangat berat bagi Partai, karena Partai, berhubung kelemahan pekerjaannya di kalangan kaum tani, belum dapat bersandar kepada kaum tani. Keadaan ini memaksa Partai menjalankan taktik untuk mendapatkan waktu guna menarik kembali borjuasi nasional ke dalam front persatuan antiimperialisme dan untuk memperbaiki serta memperkuat pekerjaan Partai di kalangan kaum tani. Kebenaran taktik Partai ini dibuktikan oleh perkembangan politik dalam negeri yang baru yang dimulai pada permulaan tahun 1952.

Periode kelima (1951 sampai sekarang) ialah periode di mana persatuan dengan borjuasi nasional makin bertambah erat, tetapi persekutuan  kaum buruh dan kaum tani masih belum kuat. Dengan perkataan lain, Partai masih tetap belum mempunyai fundamen yang kuat. Dalam tingkat ini, Partai dengan keras harus melawan penyelewengan ke kanan yang memberi arti berlebih-lebihan kepada persatuan dengan borjuasi nasional dengan mengecilkan arti pimpinan kelas buruh dan arti persekutuan kaum buruh dan kaum tani. Bahaya ini ialah bahaya melepaskan sifat bebas daripada Partai, bahaya meleburkan diri dengan borjuasi. Di samping itu, sudah tentu Partai juga harus dengan keras mencegah penyelewengan ke kiri, mencegah sektarisme, yaitu sikap yang tidak mementingkan politik front persatuan dengan borjuasi nasional dan memelihara front persatuan itu dengan sekuat tenaga. Karena klik borjuasi komprador bersandar pada imperialisme yang berlainan, dan karena politik Partai sekarang ini pertama-tama ditujukan kepada imperialisme Belanda dan bukan kepada semua imperialisme asing, maka telah timbul pertentangan yang bertambah tajam di kalangan kaum imperialis sendiri dan pertentangan-pertentangan ini dengan sendirinya juga timbul di kalangan komprador-kompradornya. Terbentuknya front persatuan dengan borjuasi nasional ini telah membukakan kemungkinan-kemungkinan baru bagi perkembangan dan pembangunan Partai dan bagi pekerjaan Partai yang terdekat, yaitu menggalang persekutuan kaum buruh dan kaum tani antifeodalisme. Pembangunan Partai dan penggalangan persekutuan kaum buruh dan kaum tani adalah jaminan bagi pimpinan proletariat atas front persatuan nasional.

Dari pengalaman-pengalaman di atas, dapat kita tarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Borjuasi nasional Indonesia, karena juga tertekan oleh imperialisme asing, dalam keadaan tertentu dan sampai batas-batas tertentu, dapat turut serta dalam perjuangan melawan imperialisme. Dalam keadaan tertentu demikian proletariat Indonesia harus menggalang persatuan dengan borjuasi nasional dan mempertahankan persatuan itu dengan sekuat tenaga. Dalam keadaan yang lebih tertentu lagi, jika politik Partai pada suatu waktu hanya ditujukan kepada sesuatu imperialisme, maka sebagian daripada borjuasi komprador bisa juga merupakan tambahan kekuatan dalam melawan imperialisme yang tertentu itu. Tetapi walaupun demikian, borjuasi komprador masih tetap sangat reaksioner dan masih tetap bertujuan untuk menghancurkan Partai Komunis, menghancurkan gerakan proletariat, dan gerakan demokratis lainnya.

2. Karena lemahnya borjuasi nasional Indonesia di lapangan ekonomi dan politik, maka dalam keadaan sejarah yang tertentu, borjuasi nasional yang wataknya bimbang itu bisa goncang dan mengkhianat. Oleh karena itu, proletariat dan Partai Komunis Indonesia harus senantiasa berjaga-jaga akan kemungkinan bahwa dalam keadaan yang tertentu, borjuasi nasional tidak ikut dalam front persatuan, tetapi dalam keadaan lain lagi mungkin ikut kembali.

3. Dengan tidak ikutnya kaum tani, front persatuan nasional tidak mungkin kuat dan kuasa. Dengan tidak ikutnya kaum tani, front persatuan paling banyak hanya bisa menghimpun 20 % sampai 25 % Rakyat, yaitu kaum buruh, borjuasi kecil kota, dan borjuasi nasional. Sedangkan kaum tani jumlahnya lebih dari 70 % daripada Rakyat Indonesia. Oleh karena itulah, front persatuan nasional yang kuat dan kuasa, ialah front persatuan nasional yang berbasiskan persekutuan kaum buruh dan kaum tani. Di samping kaum tani adalah sekutu proletariat yang teguh, maka borjuasi kecil kota yang jumlahnya tidak kecil adalah sekutu proletariat yang bisa dipercaya. Oleh karena itu, pekerjaan di kalangan borjuasi kecil kota adalah juga pekerjaan yang penting.

4. Dalam perjuangan untuk terciptanya front persatuan nasional, baik dengan kerja sama dengan berbagai partai politik maupun dengan kerja sama dengan orang-orang dari berbagai aliran dan ideologi, Partai tidak boleh menjadi terlebur dengan mereka. Partai mesti tetap memegang kebebasannya dalam lapangan politik, ideologi, dan organisasi. Untuk ini, Partai mesti mempersenjatai fungsionaris-fungsionarisnya dengan pengertian yang terang tentang program dan taktik Partai. Front persatuan dengan partai-partai politik dan dengan kelas-kelas yang lain adalah merupakan suatu persekutuan atas dasar tuntutan-tuntutan bersama dan aksi bersama. Bersamaan dengan ini, jika perlu, kaum Komunis mesti mengkritik tindakan-tindakan yang reaksioner dari sekutunya, mesti menentang sikap mereka yang bimbang. Di samping itu, Partai mesti memperingatkan anggota-anggotanya terhadap sektarisme.

Jelaslah bagi kita, bahwa Partai kita harus secara benar memecahkan masalah front persatuan, masalah bersatu dan berpisah dengan borjuasi nasional, dan masalah persekutuan kaum buruh dan kaum tani sebagai basis front persatuan nasional.

B. Masalah Pembangunan Partai

Jika Partai sudah mempunyai garis politik yang benar, maka soalnya ialah bagaimanakah supaya garis politik Partai yang benar itu bisa dijalankan dengan konsekuen dan menjadi garis massa? Bagaimanakah supaya semua kemungkinan-kemungkinan yang digariskan oleh Partai menjadi kenyataan? Ini adalah bergantung kepada keadaan Partai. Dalam hal ini yang menjadi pusat masalah ialah masalah mengenai Partai sendiri, masalah pembangunan Partai.

Kawan Stalin terus-menerus mengajar kita, bahwa kalau kita mau menang dalam revolusi, kita harus mempunyai Partai revolusioner tipe Lenin, atau sebagai yang dikatakan oleh Kawan Mao Tse-tung, Partai tipe Lenin-Stalin. Dengan tiada Partai revolusioner yang demikian, yang dibangun menurut teori revolusioner dan menurut style Marx-Engels-Lenin-Stalin, yang bebas dari oportunisme, adalah tidak mungkin memimpin kelas buruh dan memimpin massa Rakyat yang luas untuk menghapuskan imperialisme dan kaki tangannya dari bumi Indonesia. Dengan perkataan lain, kalau kita mau menang dalam revolusi, kalau kita mau mengubah fisionomi (wajah) masyarakat yang setengah jajahan menjadi Indonesia yang merdeka penuh, kalau kita mau ambil bagian dalam mengubah fisionomi dunia, maka kita harus mempunyai Partai model Partai Komunis Uni Soviet dan model Partai Komunis Tiongkok.

Dengan tiada teori Marxisme-Leninisme, tidak mungkin kita mempunyai Partai demikian. Peranan pelopor daripada Partai hanya mungkin jika Partai dipimpin oleh teori yang maju. Hanya Partai yang menguasai teori Marxisme-Leninisme yang bisa dipercayai memelopori dan memimpin kelas buruh dan massa Rakyat banyak lainnya. Agar Partai kita mampu sepenuhnya memikul beban sejarah yang besar dan berat dan agar mampu memimpin Rakyat Indonesia dari kemenangan yang satu ke kemenangan yang lain, pertama-tama Partai kita harus menciptakan kesatuan ideologi Marxis-Leninis di dalam barisannya sendiri, meninggikan tingkat ideologi Marxis-Leninis dari seluruh Partai dan mengonsolidasi pimpinan Marxis-Leninis yang tepat. Partai kita hanya mungkin kuat dengan jalan meninggikan tingkat ideologi Marxis-Leninis daripada segenap anggota Partai. Hanya apabila kita menguasai ilmu Marxisme-Leninisme dan mempunyai kepercayaan kepada massa, berhubungan erat dengan massa dan memimpin massa maju ke depan, hanya dengan demikian kita bisa mendobrak semua rintangan dan mengatasi semua kesulitan, dan dengan demikian kekuatan kita akan menjadi tak terkalahkan.

Partai kita hanya bisa memenuhi kewajiban sejarahnya yang besar dan berat jika Partai terus-menerus melakukan perjuangan yang tidak kenal ampun terhadap kaum oportunis kanan maupun “kiri” di dalam barisannya sendiri, jika Partai terus-menerus membersihkan kaum kapitulator (penyerah) dan pengkhianat dari kalangannya sendiri, dan jika Partai terus-menerus memelihara kesatuan dan disiplin di dalam barisannya sendiri. Partai adalah barisan pimpinan daripada kelas buruh, adalah benteng yang terkuat, adalah jenderal staf. Kemenangan tidak mungkin tercapai jikalau di dalam jenderal staf ini duduk kaum kapitulator, kaum oportunis dan pengkhianat. Jika ini terjadi, Partai mudah dihancurkan, dihancurkan tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam.

Partai kita hanya mungkin memenuhi kewajiban sejarahnya yang besar dan berat, jika Partai tidak menjadi sombong karena kemenangan-kemenangan yang dicapainya, jika Partai melihat kekurangan-kekurangan di dalam pekerjaannya, jika Partai berani mengakui kesalahan-kesalahannya dan dengan terang-terangan dan jujur memperbaikinya. Partai akan menjadi tak terkalahkan jika Partai tidak takut pada kritik dan selfkritik, jika Partai tidak menyembunyikan kesalahan dan kekurangan-kekurangan dalam pekerjaannya, jika Partai mengajar dan mendidik kader-kadernya menarik pelajaran dari kesalahan-kesalahan pekerjaan Partai dan pandai memperbaikinya tepat pada waktunya.

Indonesia adalah negeri borjuis kecil, artinya negeri, di mana perusahaan pemilik-pemilik kecil masih sangat banyak terdapat, terutama pertanian perseorangan juga kurang produktif. Partai kita dilingkupi oleh kelas borjuis kecil yang sangat besar ini, dan banyak anggota-anggota Partai kita datang dari kalangan kelas ini dan tidak dapat tidak, bahwa mereka yang masuk Partai kita ini membawa sedikit atau banyak pikiran-pikiran dan kebiasaan-kebiasaan borjuis kecil. Borjuasi kecil inilah yang menjadi basis sosial daripada dua macam penyakit subjektivisme di dalam Partai kita, yaitu dogmatisme yang empirisisme. Dua macam subjektivisme inilah yang merupakan dasar ideologi daripada mereka yang bersalah menjalankan oportunisme kanan dan “kiri” di dalam Partai di waktu-waktu yang lampau.

Dogmatisme dan empirisisme timbul dari dua ujung yang bertentangan. Kedua macam ideologi ini adalah sama-sama berat sebelah. Kaum dogmatis mendasarkan sesuatu hanya kepada buku dan kepada dalil-dalil teori yang terpisah-pisah, dan tidak melihat sesuatu sebagai yang hidup, berubah, dan berkembang. Mereka membikin teori menjadi mati tak berdaya karena dilepaskan hubungannya dengan praktik, dengan massa. Sebaliknya kaum empirisis, mereka bekerja, mungkin kerasnya seperti kuda beban, tetapi dengan tidak mengetahui dari mana asal semua yang dikerjakannya dan tidak mengetahui ke mana tujuannya dan bagaimana cara yang tepat untuk mencapai tujuan itu. Mereka membikin praktik menjadi gelap karena tidak dipimpin oleh suatu teori, karena mereka meremehkan teori. Jelaslah, bahwa kedua-duanya adalah tidak objektif, dan atas dasar berat sebelah inilah kedua macam ideologi itu dalam menghadapi sesuatu soal praktis pada waktu yang tertentu, akan saling berhubungan dan bertemu pada titik pertemuan yang sama. Oleh karena itulah bukan jarang kita melihat, bahwa orang yang “kiri” di dalam dan di luar Partai kita, dalam menghadapi masalah-masalah praktis saling berhubungan dan bertemu dalam titik pertemuan yang sama dengan orang kanan di dalam dan di luar Partai kita. Demikian juga sering kita melihat, bahwa orang seorang itu juga, bisa dari seorang yang tadinya “kiri” tiba-tiba menjadi seorang kanan, atau sebaliknya, dengan tidak mengalami perjuangan batin yang berat, terjadi dengan sewajarnya saja.

Bagi Partai kita adalah sangat penting soal melawan subjektivisme, yaitu melawan dogmatisme maupun empirisisme. Kedua-dua macam subjektivisme ini sama berbahayanya bagi Partai kita, dan yang paling berbahaya ialah subjektivisme yang tidak kita lawan dan kita serang. Pengalaman Partai kita menunjukkan, bahwa kekalahan-kekalahan Partai dan kerusakan-kerusakan di dalam Partai (misalnya kekalahan dan kerusakan tahun 1926, kekalahan Revolusi 1945 – 1948, kekalahan dalam melawan Provokasi Madiun serta kerusakan yang disebabkan olehnya) adalah disebabkan oleh kedua subjektivisme yang tersebut di atas, yaitu dogmatisme dan empirisisme. Oleh karena itu, anggota dan calon anggota Partai yang dihinggapi penyakit ini harus mengisi kekurangan yang ada pada dirinya masing-masing. Mereka yang mempunyai pengetahuan buku harus pergi ke kenyataan yang hidup, supaya bisa maju dan tidak mati dalam mengeloni buku, supaya tidak menjalankan kesalahan dogmatisme. Mereka yang berpengalaman bekerja supaya pergi ke studi dan supaya membaca dengan sungguh-sungguh, agar dapat menyusun pengalaman-pengalamannya secara sistematis dan membikin sintesis tentang pengalaman-pengalamannya agar dengan demikian meningkatkan diri di lapangan teori. Inilah jalan baginya untuk tidak menganggap pengalaman dirinya sendiri yang terputus-putus dan terbatas sebagai kebenaran umum, agar dengan demikian tidak menjalankan kesalahan empirisisme.

Pokoknya ialah, supaya kita dalam pekerjaan kita dipimpin oleh pandangan Marx, Engels, Lenin, dan Stalin. Stalin menentang teori sonder praktik dengan ucapannya, bahwa: “Teori menjadi tidak bertujuan jika tidak dihubungkan dengan praktik revolusioner.” Stalin juga menentang praktik sonder teori dengan ucapannya, bahwa: “Praktik meraba dalam gelap jika jalannya tidak disinari oleh teori revolusioner.”

Sifat sempit borjuis kecil mendapat bentuk sektarisme dalam kehidupan politik dan dalam organisasi, sebagai tambahan pada sifat sempit dalam ideologi. Subjektivisme berarti isolasi ideologi dari massa, di dalam maupun di luar Partai. Sedangkan sektarisme berari isolasi politik dan organisasi dari massa di dalam dan di luar Partai. Kedua-duanya adalah dua segi dari barang yang satu dan sama, yaitu sifat sempit borjuis kecil.

Untuk melawan subjektivisme di dalam Partai kita adalah sangat perlu kita lakukan: pertama, mengajar anggota-anggota Partai untuk memakai metode Marxis-Leninis dalam menganalisis situasi politik dan dalam menghitung kekuatan kelas. Dengan demikian kita menentang analisis dan perhitungan secara subjektif. Kedua, memimpin perhatian anggota-anggota ke arah penyelidikan dan studi di lapangan sosial dan ekonomi, agar dengan demikian bisa menentukan taktik perjuangan dan metode kerja, dan dengan demikian membikin Kawan-Kawan kita mengerti bahwa kesalahan dalam penyelidikan sesuatu keadaan yang nyata akan menyebabkan mereka tenggelam dalam fantasi dan avonturisme. Dua cara inilah juga yang dipakai oleh kaum Komunis Tiongkok sejak tahun 1929 untuk melawan subjektivisme di dalam Partai. Berhubung dengan dua hal inilah, menjadi sangat penting arti daripada konferensi-konferensi yang diadakan oleh Partai kita dalam tahun 1952 di mana tiap-tiap wakil Komite diwajibkan membikin laporan tentang keadaan politik, sosial, dan ekonomi daripada daerahnya masing-masing, penting juga artinya persetujuan Politbiro atas uraian Rakyat Indonesia Berjuang untuk Kemerdekaan Nasional yang Penuh (Menuju Indonesia Baru) sebagai pidato untuk memperingati ulang tahun ke-33 Partai dan lebih penting lagi putusan Sentral Komite tentang Rencana Program PKI yang diajukan kepada Kongres Nasional ke-V sekarang ini. Dengan demikian dapat kita harapkan, bahwa di waktu-waktu yang akan datang, anggota dan kader-kader Partai akan lebih mengetahui tentang sejarah, tentang keadaan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan negerinya sendiri. Pengetahuan tentang semuanya ini adalah syarat bagi Partai yang sudah dibolshevikkan.

Bagaimana cara yang paling berhasil untuk mengatasi subjektivisme dan sektarisme secara besar-besaran di dalam Partai kita? Karena Partai kita, berhubung dengan keadaan sejarah, sebagian besar anggotanya adalah dari kalangan borjuasi kecil, maka untuk mengatasi bermacam-macam kesalahan dan untuk mengonsolidasi kesatuan daripada Partai, kita harus mengambil sikap yang serius dan hati-hati, dan sama sekali bukan sikap yang liberal dan kesusu. Dengan tidak kenal ampun kita harus mengupas tiap-tiap kesalahan, menganalisis dan mengkritiknya secara ilmu, agar dengan demikian kita akan lebih hati-hati lagi dalam pekerjaan-pekerjaan kita di kemudian hari dan akan bekerja lebih baik lagi. Tetapi, di samping mengkritik keras tiap-tiap kesalahan, kita harus berusaha memperbaiki yang bersalah. Dengan demikian kita melakukan tugas kita secara benar, yaitu membikin bersih ideologi Partai dan memelihara persatuan di kalangan kawan-kawan.

Gerakan yang diadakan oleh Partai kita dalam tahun 1952 untuk mempelajari tulisan Kawan Mao Tse-tung Tentang Praktik dan Membasmi Liberalisme dalam Partai dan tulisan Kawan Liu Sau-tsi Tentang Garis Massa mempunyai arti yang sangat besar bagi usaha meninggikan tingkat ideologi Partai kita. Demikian juga kemajuan yang pesat dari penerbitan lektur Partai, terutama dengan terbitnya seperti tulisan Lenin Komunisme “Sayap Kiri”, Suatu Penyakit Kanak-Kanan, dan akan terbitnya tulisan Stalin Sejarah Partai Komunis Uni Soviet, dan Masalah-Masalah Ekonomi Sosialisme di Uni Republik-Republik Soviet Sosialis, tulisan Kawan Malenkov Laporan Pada Kongres ke-19 Tentang Pekerjaan Sentral Komite Partai Komunis Uni Soviet, dan tulisan Kawan Mao Tse-tung Tentang Kontradiksi, akan lebih meninggikan tingkat ideologi daripada Partai kita.

Kewajiban Kita untuk Memperkuat Partai adalah Sebagai Berikut:

1. Meninggikan tingkat politik para calon anggota, anggota, dan kader Partai, dan meyakinkan mereka akan eratnya saling hubungan antara kebenaran garis politik Partai dengan pembangunan Partai.

2. Meyakinkan seluruh Partai tentang dua kewajiban Partai yang sangat urgen, yaitu pertama, penggalangan front persatuan nasional antiimperialisme yang berbasiskan persekutuan kaum buruh dan kaum tani antifeodalisme dan kedua, meneruskan pembangunan PKI yang dibolshevikkan, yang meluas di seluruh negeri dan yang mempunyai karakter massa yang luas, yang sepenuhnya dikonsolidasi di lapangan ideologi, politik, dan organisasi.

3. Melanjutkan perluasan keanggotaan dan organisasi Partai, menarik lebih banyak kaum tani ke dalam barisan Partai —terutama kaum tani miskin dan tani tak bertanah—, menempatkan anggota-anggota dan kader-kader Partai pada tempat yang lebih tepat, mengurangi rangkapan pekerjaan anggota dan kader-kader Partai. Mengadakan kontrol yang lebih baik atas tiap-tiap pekerjaan Partai. 

4. Mementingkan pekerjaan di lapangan ideologi di dalam Partai dengan lebih banyak mempelajari tulisan-tulisan Lenin, Stalin, Malenkov, Mao Tse-tung, Liu Sau-tsi, dan pemimpin-pemimpin Partai lainnya, meneruskan perjuangan terhadap dogmatisme, empirisisme, oportunisme, sektarisme, dan liberalisme.

5. Lebih banyak mempelajari sejarah Indonesia, mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan Indonesia sebagai dasar untuk menentukan taktik perjuangan dan metode kerja Partai.

6. Memperlengkapi Partai dan mempersenjatai fungsionaris-fungsionaris Partai dengan garis taktik yang tepat, garis organisasi yang tepat, dan dengan program baru yang terang dan singkat mengenai semua masalah penting dan pokok daripada revolusi Indonesia. Membikin program yang memenuhi keinginan massa ini menjadi program massa.

Kawan-kawan, dari laporan umum ini sekarang menjadi terang bagi kita beberapa segi yang pokok daripada keadaan internasional, keadaan dalam negeri, dan keadaan Partai kita, dan juga menjadi terang kewajiban Partai di lapangan politik luar negeri, di lapangan politik dalam negeri, dan kewajiban kita untuk memperkuat front persatuan nasional dan memperkuat Partai. Dengan demikian juga menjadi jelas, apa yang menjadi dasar daripada Rencana Program PKI yang menjadi acara terpenting dalam Kongres ini.

Sesudah sidang Pleno Sentral Komite dalam bulan Oktober yang lalu, ada beberapa kejadian luar negeri dan dalam negeri yang penting. Kejadian luar negeri, misalnya konferensi empat besar di Berlin yang antara lain memutuskan untuk mengundang RRC dalam konferensi yang dihadiri oleh lima besar untuk membicarakan ketegangan-ketegangan di Timur Jauh. Sedang kejadian-kejadian dalam negeri antara lain ialah mulai digulungnya komplotan kolonialis Belanda anti-Republik, adanya tindakan-tindakan pemerintah Indonesia yang konkret untuk mempertahankan Irian Barat sebagai wilayah Republik Indonesia dan untuk membatalkan Uni Indonesia-Belanda. Semua kejadian ini memperkuat apa yang sudah dicantumkan dalam laporan umum, menambah bukti bahwa gerakan perdamaian yang bertambah kuat dapat memaksa imperialisme Amerika untuk datang ke meja perundingan, dan bahwa dorongan Rakyat Indonesia yang terus-menerus terhadap Pemerintah telah memaksa Pemerintah mengambil sikap yang agak tegas terhadap kolonialisme Belanda.

Kita semuanya sadar, bahwa kewajiban yang dihadapi oleh kita kaum Komunis Indonesia adalah berat. Tentang ini juga dijelaskan oleh laporan umum ini. Tetapi kita juga sadar, bahwa kewajiban ini akan dapat kita penuhi, karena kita dalam pekerjaan sehari-hari disinari oleh teori-teori Marx, Engels, Lenin dan Stalin, dan pikiran Mao Tse-tung yang mahajaya, dan karena kita dalam pekerjaan kita mendapat inspirasi dan teladan dari pengalaman-pengalaman dua Rakyat dan dua Partai yang besar, yaitu Uni Soviet dan Tiongkok.

Di bawah panji-panji Lenin dan Stalin yang abadi, dengan bersatu dengan Rakyat dan percaya kepada kekuatan Rakyat Indonesia yang gagah berani, kita pasti akan maju terus sampai kepada kemenangan kita, kemenangan sistem Demokrasi Rakyat atas kekuasaan setengah jajahan dan setengah feodal di Indonesia. Ini adalah tujuan Rakyat dan oleh karena itu ia akan menjadi milik Rakyat.